Tentang Kemiskinan

miskin

BICARA KEMISKINAN, BICARA SDM

Kemiskinan selalu menjadi permasalahan pokok yang tak pernah ada habisnya di Indonesia ini. Kemiskinan juga tak jarang menjadi prioritas utama di antara serentetan komitmen dalam orasi para penguasa negeri ini. Karena sudah menjadi masalah yang menjamur di negeri ini, maka membicarakan kemiskinan adalah hal yang menjenuhkan bahkan mampu melemahkan mentalitas anak bangsa karena mereka hanya disuguhi tontonan-tontonan tentang keterpurukan bangsa tanpa motivasi untuk bangkit kembali.

Dimana-mana dibicarakan bagaimana caranya mengentaskan kemiskinan, usaha apa saja yang harus dilakukan untuk itu, serta siapa saja yang bertanggung jawab memerangi kemiskinan. Tidak sedikit seminar ataupun forum-forum diskusi yang membicarakan hal itu. Sayangnya semua hanya menjadi teori tanpa ada tindak lanjut yang nyata.

Mengingat kemiskinan merupakan suatu permasalahan maka diperlukan suatu pemecahan atas kemiskinan tersebut. Dalam menyelesaikan suatu masalah, sebelumnya perlu dikaji apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya suatu permasalahan tersebut. Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kemiskinan diantaranya adalah bencana alam yang akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia, minimnya investasi yang masuk serta PHK di berbagai perusahaan. Juga karena kebijakan pemerintah misalnya kenaikan harga BBM yang disusul dengan melambungnya harga bebagai kebutuhan pokok. Selain itu, keterpencilan letak suatu wilayah juga berpotensi menjadi sumber tumbuhnya kemiskinan. Masyarakat terpencil tidak punya akses bagi pemenuhan kabutuhan hidupnya.

Di antara beberapa faktor tersebut sebenarnya ada faktor yang lebih urgen yakni faktor rendahnya SDM. Kemiskinan sangat erat kaitannya dengan kualitas SDM. Jika SDM berkualitas maka kemiskinan akan dapat ditangani dengan cepat. Begitu juga sebaliknya, jika kualitas SDM rendah maka butuh waktu lama untuk mengentaskan rakyat dari belenggu kemiskinan. SDM yang berkualitas merupakan hasil konstruksi dari pendidikan yang terarah.

Bila melihat potret pendidikan di Indonesia, disitu terlihat jelas adanya kekaburan arah kebijakan pendidikan yang disusun oleh pemerintah. Hal ini terefleksikan dari adanya pergantian kurikulum yang terlalu sering dilakukan oleh pemerintah. Para pembuat kebijakan berdalih bahwasanya kurikulum itu sifatnya kondisional. Artinya kurikulum harus sesuai dengan keadaan pendidik dan anak didik dalam suatu masa tertentu. Tapi pada kenyataannya, kurikulum yang dihasilkan sama sekali tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat. Akhirnya, tidak mengherankan jika dalam pelaksanaannya terjadi banyak kekeliruan dan ketidaksesuaian dengan harapan si pembuat kabijakan. Ini baru segelintir contoh kasus nyata dari sekian banyak hegemoni yang dilakukan oleh penguasa kepada rakyat di negeri Indonesia ini.

Memperhatikan mental bangsa Indonesia, sepertinya perlu adanya rekonstruksi. Mental bangsa kita memang kerdil. Ironisnya, pemerintah –entah secara sadar atau tidak- malah mengajari bangsa ini menjadi bangsa yang kerdil. Pemberian BLT pasca kenaikan harga BBM merupakan salah satu bukti nyata dari sekian banyak kebijakan pemerintah yang mengkonstruk bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lemah. Di satu sisi, pemberian BLT memang merupakan upaya pemerintah untuk mensejahterakan rakyat dengan meratakan pembangunan nasional sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial. Tak salah apa yang disampaikan pemerintah mengenai sebab dan tujuan kenaikan harga BBM. Tetapi hal ini disalahartikan oleh rakyat. Mereka malah saling berebut untuk mendapatkan BLT bak pengemis yang kelaparan tanpa tahu bahwa mereka telah menjadi korban hegemoni penguasa. Rakyat tidak pernah tahu kalau ada stake holder di balik fenomena tersebut. Ketika pemerintah menaikkan harga BBM oktober 2005, hal yang segera tampak adalah makin lemahnya daya beli masyarakat dan merosotnya tingkat kesejahteraan. Belum pulih dari permasalahan ekonomi tersebut, masyarakat sudah dibingungkan kembali oleh keputusan pemerintah 23 Mei lalu, yakni pemerintah pusat kembali menaikkan harga BBM. Tentu saja ini merupakan pukulan keras bagi masyarakat kecil.

Bukanlah ikan yang tinggal dimasak kemudian dimakan lalu habis, yang seharusnya diberikan kepada rakyat. Akan tetapi kail-lah yang harus diberikan. Dengan kail itu diharapkan orang bisa berusaha bagaimana caranya agar memperoleh ikan sebanyak-banyaknya. Artinya, pemerintah seharusnya memberikan modal usaha kepada rakyat agar kemudian rakyat membuka lapangan kerja baru meskipun itu hanya lapangan usaha kecil, karena segala sesuatu yang besar pasti berawal dari sesuatu yang kecil. Jika hal ini terwujud, maka pengangguran akan terminimalisir. Berkurangnya pengangguran berarti terkikisnya kemiskinan.

Banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam upaya percepatan pengentasan kemiskinan. Diantaranya melalui program pembangunan infrastruktur dasar di daerah tertinggal, program permodalan usaha bagi warga miskin, serta program padat karya. Semua ini tentunya tidak lepas dari campur tangan rakyat sebagai salah satu komponen suatu negara.

Dengan demikian, memerangi kemiskinan bukan semata-mata tugas seorang pemimpin ataupun jajaran birokrat tetapi juga tanggung jawab semua masyarakat. Kita tidak bisa hanya memandang secara sepihak, hanya bisa menyalahkan pemerintah yang bebannya sudah sangat berat. Oleh karena itu, diperlukan suatu sinergitas antara pemerintah dan rakyat dalam upaya pengentasan kemiskinan di negeri kita, Indonesia tercinta ini.