Akuntabilitas Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan manajemen pendidikan yang memenuhi prinsip akuntabilitas, tampaknya masih melewati jalan panjang, dan berliku-liku. Walaupun tuntutan akan manajemen pendidikan yang akuntabel terus disuarakan banyak pihak, belum semua aparatus pendidikan menyambutnya. Ini sangat berkaitan dengan persoalan kemauan, kemampuan, persepsi, dan kepercayaan. Karena itu makalah ini ditulis untuk melanjutkan proses mengurai benang kusut yang hampir putus itu. Uraian disandarkan pada pengertian akuntabilitas pendidikan, tujuan akuntabilitas pendidikan, manfaat akuntabilitas pendidikan, pelaksana akuntabilitas pendidikan, pelaksanaan akuntabilitas pendidikan, langkah-langkah akuntabilitas pendidikan, faktor-faktor yang mempengaruhi akuntabilitas pendidikan , dan upaya peningkatan akuntabilitas pendidikan.
Nilai dan kultur, serta matinya perasaan terdesak menjadi faktor penghadang di depan. Tetapi hanya dengan kemauan dan visi perubahan niscaya prinsip akuntabilitas dapat membumi di sekolah.

B. Rumusan Masalah
Oleh karena pembahasan mengenai akuntabilitas pendidikan sangatlah luas maka penulis membatasi pembahasan makalah ini pada:
1. Akuntabilitas Pendidikan
2. Penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia
3. Transparansi Pengelolaan Pendidikan di Indonesia

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Politik dan Etika Pendidikan, juga untuk menjelaskan mengenai konsep akuntabilitas pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akuntabilitas Pendidikan
McAshan (1983) menyebutkan bahwa akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performannya dalam menyelesaikan tujuan yang menjadi tanggungjawabnya. Sedangkan John Elliot (1981:15-16) merinci makna yang terkandung di dalam akuntabilitas, yaitu : (1) cocok atau sesuai (fitting In) dengan peranan yang di harapkan, (2) menjelaskan dan mempertimbangkan kepada orang lain tentang keputusan dan tindakan yang di ambilnya, (3) performan yang cocok dan dan meminta pertimbangan/penjelasan kepada orang lain.
Akuntabilitas membutuhkan aturan, ukuran atau kriteria, sebagai indikator keberhasilan suatu pekerjaan atau perencanaan. Dengan demikian, maka akuntabilitas adalah suatu keadaan performan para petugas yang mampu bekerja dan dapat memberikan hasil kerja sesuai dengan criteria yang telah di tentukan bersama sehingga memberikan rasa puas pihak lain yang berkepentingan. Sedangkan akuntabilitas pendidikan adalah kemampuan sekolah mempertanggungjawabkan kepada publik segala sesuatu mengenai kinerja yang telah dilaksanakan.
Scorvis D. Anderson dalam bukunya Accountability What, Who, and Whither? Dalam Made Pidarta (1988), menyebutkan lima bagian yang merupakan manifestasi dari akuntabilitas, yaitu : (1) mengontrak performan. Performan di tentukan kriterianya dan disepakati bersama. Artinya pertugas pelaksana tidak boleh menyimpang dari kriteria tersebut. (2) memiliki kunci pembentuk arah dalam bentuk biaya dan usaha performan yang dikontrak/ditentukan, diharapkan tercapai tujuan secara efektif sehingga pengontrak merasa puas. (3) unsur pemeriksaan yang dilakukan oleh orang-orang bebas dan tidak terlibat dalam kegiatan internal, seperti orang tua siswa, masyarakat, atau pemerintah. (4) memberikan jaminan, dalam bidang pendidikan mutu dapat terjamin dengan menggunakan kriteria atau ukuran tertentu. (5) pemberian insentif, diberikan sebagai penghargaan dan dapat di ukur menurut kriteria tertentu, dengan maksud untuk meningkatkan motivasi dan sistem kompetisi dalam meningkatkan performan.
Akuntabilitas dalam bidang pendidikan, seperti yang di katalkan oleh H.H. Mc Ashaan, yaitu : (1) program dan manajemen personalia yang mengarah kepada tujuan, (2) penekanan manajemen yang efektif dan efisien, dan (3) pengembangan program, pengembangan personalia, peningkatan hubungan dengan masyarakat, dan kegiatan-kegiatan manajemen.

B. Tujuan Akuntabilitas Pendidikan
Tujuan akuntabilitas pendidikan adalah agar terciptanya kepercayaan publik terhadap sekolah. Kepercayaan publik yang tinggi akan sekolah dapat mendorong partisipasi yang lebih tinggi pula terdapat pengelolaan manajemen sekolah. Sekolah akan dianggap sebagai agen bahkan sumber perubahan masyarakat. Slamet (2005:6) menyatakan: Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik.
Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah menilai kinerja sekolah dan kepuasaan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.
Rumusan tujuan akuntabilitas di atas hendak menegaskan bahwa akuntabilitas bukanlah akhir dari sistem penyelenggaran manajemen sekolah, tetapi merupakan faktor pendorong munculnya kepercayaan dan partisipasi yang lebih tinggi lagi. Bahkan, boleh dikatakan bahwa akuntabilitas baru sebagai titik awal menuju keberlangsungan manajemen sekolah yang berkinerja tinggi.

C. Manfaat Akuntabilitas Pendidikan
Akuntabilitas mampu membatasi ruang gerak terjadinya perubahan dan pengulangan, dan revisi perencanaan. Sebagai alat kontrol, akuntabilitas memberikan kepastian pada aspek-aspek penting perencanaan, antara lain:
1. Tujuan/performan yang ingin dicapai
2. Program atau tugas yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan
3. Cara atau performan pelaksanaan dalam mengerjakan tugas
4. Alat dan metode yang sudah jelas, dana yang dipakai, dan lama bekerja yang semuanya telah tertuang dalam bentuk alternatife penyelesaikan yang sudah eksak/pasti
5. Lingkungan sekolah tempat program dilaksanakan
6. Insentif terhadap pelaksana sudah ditentukan secara pasti.

D. Pelaksana Akuntabilitas Pendidikan
Made Pidarta (1988) menyebutkan bahwa pelaksanaan akuntabilitas ditekankan pada guru, administrator, orang tua siswa, masyarakat serta orang-orang luar lainnya.
Di dalam perencanaan participatory , yaitu perencanaan yang menekankan sifat lokal atau desentralisasi, akuntabilitas ditujukan pada sejumlah personil sebagai berikut.
1. Manajer/ administrator/ ketua lembaga, sesuai dengan fungsinya sebagai manajer.
2. Ketua perencana, yang dianggap paling bertanggungjawab atas keberhasilan perencanaan. Ketua perencana adalah dekan, rektor, kepala sekolah, atau pimpinan unit kerja lainnya.
3. Para anggota perencana, mereka dituntut memiliki akuntabilitas karena mereka bekerja mewujudkan konsep perencanaan dan mengendalikan implementasinya di lapangan.
4. Konsultan, para ahli perencana yang menjadi konsultan.
5. Para pemberi data, harus memiliki performan yang kuat mengingat tugasnya memberikan dan menginformasikan data yang selalu siap dan akurat.

Bagan: Jenjang petugas perencana pendidikan menurut
akuntabilitas dalam Made Pidarta, 1988.
E. Pelaksanaan Akuntabilitas Pendidikan
Penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan manejemen sekolah mendapat relevansi ketika pemerintah menerapkan otonomi pendidikan yang ditandai dengan pemberian kewenangan kepada sekolah untuk melaksanakan manajemen sesuai dengan kekhasan dan kebolehan sekolah. Dengan pelimpahan kewenangan tersebut, maka pengelolan manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat yang adalah pemberi mandat pendidikan. Oleh karena manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat, maka penerapan akuntabilitas dalam pengelolaan merupakan hal yang tidak dapat ditunda-tunda.
Isu akuntabilitas akhir-akhir ini semakin banyak dibicarakan seiring dengan adanya tuntutan masyarakat akan pendidikan yang bermutu. Bagi lembaga-lembaga pendidikan hal ini mulai disadari dan disikapi dengan melakukan desain ulang sistem yang mampu menjawab tuntutan masyarakat. Caranya adalah mengembangkan model manajemen pendidikan yang akuntabel.
Akuntabilitas pendidikan juga mensyaratkan adanya manajemen yang tinggi. Misalnya di Indonesia hari ini telah lahir Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang bertumpu pada sekolah dan masyarakat.
Akuntabilitas tidak datang dengan sendiri setelah lembaga-lembaga pendidikan melaksanakan usaha-usahanya. Ada tiga hal yang memiliki kaitan, yaitu kompetensi, akreditasi dan akuntabilitas. Lulusan pendidikan yang dianggap telah memenuhi semua persyaratan dan memiliki kompetensi yang dituntut berhak mendapat sertifikat. Lembaga pendidikan beserta perangkat-perangkatnya yang dinilai mampu menjamin produk yang bermutu disebut sebagai lembaga terakreditasi (accredited). Lembaga pendidikan yang terakreditasi dan dinilai mampu untuk menghasilkan lulusan bermutu, selalu berusaha menjaga dan menjamin mutuya sehingga dihargai oleh masyarakat adalah lembaga pendidikan yang akuntabel.
Akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan antara pengelola sekolah dengan masyarakat, sekolah dan orang tua siswa, sekolah dan instansi di atasnya (Dinas pendidikan). Sedangkan akuntabilitas horisontal menyangkut hubungan antara sesama warga sekolah, antara kepala sekolah dengan komite, dan antara kepala sekolah dengan guru.
Komponen pertama yang harus melaksanakan akuntabilitas adalah guru. Hal ini karena inti dari seluruh pelaksanaan manajemen sekolah adalah proses belajar mengajar. Dan pihak pertama di mana guru harus bertanggung jawab adalah siswa. Guru harus dapat melaksanakan ini dalam tugasnya sebagai pengajar. Akuntabilitas dalam pengajaran dilihat dari tanggung jawab guru dalam hal membuat persiapan, melaksanakan pengajaran, dan mengevaluasi siswa. Selain itu dalam hal keteladan, seperti disiplin, kejujuran, hubungan dengan siswa menjadi penting untuk diperhatikan. Tanggung jawab guru selain kepada siswa juga kepada orang tua siswa.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut proses pembelajaran, tetapi juga menyangkut pengelolaan keuangan, dan kualitas output. Akuntabilitas keuangan dapat diukur dari semakin kecilnya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sekolah. Baik sumber-sumber penerimaan, besar kecilnya penerimaan, maupun peruntukkannya dapat dipertanggungjawabkan oleh pengelola. Pengelola keuangan yang bertanggung jawab akan mendapat kepercayaan dari warga sekolah dan masyarakat. Sebaliknya pengelola yang melakukan praktek korupsi tidak akan dipercaya.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut sistem tetapi juga menyangkut moral individu. Jadi, moral individu yang baik dan didukung oleh sistem yang baik akan menjamin pengelolaan keuangan yang bersih, dan jauh dari praktek korupsi.
Akuntabilitas juga semakin memiliki arti, ketika sekolah mampu mempertanggungjawabkan mutu outputnya terhadap publik. Sekolah yang mampu mempertanggungjawabkan kualitas outputnya terhadap publik, mencerminkan sekolah yang memiliki tingkat efektivitas output tinggi. Dan sekolah yang memiliki tingkat efektivitas outputnya tinggi, akan meningkatkan efisiensi eksternal.
Bagaimana sekolah mampu mempertanggungjawabkan kewenangan yang diberikan kepada publik, tentu menjadi tantangan tanggung jawab sekolah. Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (2001:88) menyatakan di Indonesia banyak instituasi pendidikan yang lemah dan tidak akuntabel.
Rita Headington berpendapat ada tiga dimensi yang terkandung dalam akuntabilitas, yaitu moral, hukum, dan keuangan. Ketiganya menuntut tanggung jawab dari sekolah untuk mewujudkannya, tidak saja bagi publik tetapi pertama-tama harus dimulai bagi warga sekolah itu sendiri, misalnya akuntabilitas dari guru. Secara moral maupun secara formal (aturan) guru memiliki tanggung jawab bagi siswa maupun orang tua siswa untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik. Tidak saja guru tetapi juga badan-badan yang terkait dengan pendidikan.

F. Langkah-Langkah Akuntabilitas Pendidikan
Made Pidarta (1988) merumuskan langkah-langkah yang harus di tempuh untuk menentukan akuntabilitas dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan program yang dikerjakan, dalam perencanaan disebut misi atau tujuan perencanaan.
2. Program dioperasionalkan sehingga menimbulkan tujuan-tujuan yang spesifik.
3. Menggambarkan kondisi tempat bekerja.
4. Menentukan otoritas atau kewenangan petugas pendidikan.
5. Menentukan pelaksana yang akan mengerjakan program/ tugas. Ia penanggungjawab program, menurut konsep akuntabilitas ia adalah orang yang dikontrak.
6. Membuat kriteria performan pelaksana yang dikontrak secara jelas, sebab hakekatnya yang dikontrak adalah performan ini.
7. Menentukan pengukur yang bersifat bebas, yaitu orang-orang yang tidak terlibat dalam pelaksanaan program tersebut.
8. Pengukuran dilakukan sesuai dengan syarat pengukuran umum yang berlaku, yaitu secara insidental, berkala dan
9. Hasil pengukuran dilaporkan kepada orang yang berkaitan.

G. Faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Pendidikan
Faktor yang mempengaruhi akuntabilitas terletak pada dua hal, yakni faktor sistem dan faktor orang. Sistem menyangkut aturan-aturan dan tradisi organisasi. Sedangkan faktor orang menyangkut motivasi, persepsi dan nilai-nilai yang dianutnya yang mempengaruhi kemampuannya akuntabilitas.

H. Upaya Peningkatan Akuntabilitas Pendidikan
Menurut Slamet (2005:6) ada delapan hal yang harus dikerjakan oleh sekolah untuk peningkatan akuntabilitas:
1. Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk mekanisme pertanggungjawaban.
2. Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
3. Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan kepada publik/ stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
4. Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja sekolah dan disampaikan kepada stakeholders.
5. Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan dan menyampaikan hasilnya kepada publik/ stakeholders diakhir tahun.
6. Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan dan pengaduan publik.
7. Menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang akan memperoleh pelayanan pendidikan.
8. Memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen baru.
Kedelapan upaya di atas, semuanya bertumpu pada kemampuan dan kemauan sekolah untuk mewujudkannya. Jika sekolah mengetahui sumber dayanya, maka dapat lebih mudah digerakkan untuk mewujudkan dan meningkatkan akuntabilitas. Sekolah dapat melibatkan stakeholders untuk menyusun dan memperbaharui sistem yang dianggap tidak dapat menjamin terwujudnya akuntabilitas di sekolah. Komite sekolah, orang tua siswa, kelompok profesi, dan pemerintah dapat dilibatkan untuk melaksanakannya. Dengan begitu stakeholders sejak awal tahu dan merasa memiliki akan sistem yang ada.
Untuk mengukur berhasil tidaknya akuntabilitas dalam manajemen berbasis sekolah, dapat dilihat pada beberapa hal, sebagaimana dinyatakan oleh Slamet (2005:7): Beberapa indikator keberhasilan akuntabilitas adalah:
1. Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah.
2. Tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah, dan
3. Meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.
Ketiga indikator di atas dapat dipakai oleh sekolah untuk mengukur apakah akuntabilitas manajemen sekolah telah mencapai hasil sebagaimana yang dikehendaki. Tidak saja publik merasa puas, tetapi sekolah akan mengalami peningkatan dalam banyak hal.

metode sosiodrama

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan pelajaran,baik secara individual atau kelompok.
Oleh karenanya kita sebagai calon guru harus memahami berbagai metode yang dapat untuk menciptakan proses belajar mengajar yang menarik.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat kita kupas pada makalah ini antara lain:
1. Bagaimana konsep metode sosio drama itu?
2. Bagaimana langkah-langkah penyajiannya?
3. Materi apa saja yang cocok dengan metode sosio drama?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan metode sosio drama?
5. Bagaimana RPP yang menggunakan metode sosio drama?

C. Tujuan
Adapun tujuan di buatnya makalah ini adalah agar kita memahami dan bisa menerapkan metode sosio drama ketika proses belajar mengajar.

BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP SOSIO DRAMA/BERMAIN PERAN
1. Pengertian sosio drama/Bermain peran.
Metode sosiodrama dan bermain peranan merupakan dua buah metode mengajar yang mengandung pengertian yang dapat dikatakan sama dan karenanya dalam pelaksanaan sering disilih gantikan. Istilah sosiodrama berasal dari kata sosio = sosial dan drama. Kata drama adalah suatu kejadian atau peristiwa dalarn kehidupan manusia yang mengandung konflik kejiwaan, pergolakan, clash atau benturan antara dua orang atau lebih. Sedangkan bermain peranan berarti memegang fungsi sebagai orang yang dimainkannya, misalnya berperan sebagai Lurah, penjudi, nenek tua renta dan sebagainya.
Sosiodrama dimaksudkan adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial
Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Kedua istilah ini (sosiodrama dan bermain peranan), kadang-kadang juga disebut metode dramatisasi. Hanya bedanya kedua metode tersebut tidak disiapkan terlebih dahulu naskahnya.
Kedua metode tersebut biasanya disingkat menjadi metode “sosiodrama” yang merupakan metode mengajar dengan cara mempertunjukkan kepada siswa tentang masalah-masalah hubungan sosial, untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Masalah hubungan sosial tersebut didramatisasikan oleh siswa dibawah pimpinan guru, Melalui metode ini guru ingin mengajarkan cara-cara bertingkah laku dalam hubungan antara sesama manusia.

2. Penggunaan sosio drama/ bermain peran dalam pembelajaran.
Peranan sosiodrama dapat digunakan apabila:
1. Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang.
2. Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan.
3. Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan
4. Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah mereka terjun dalam masyarakat kelak
5. Dapat menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
6. Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga amat berguna bagi kehidupannya dan masa depannya kelak, terutama yag berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya.
Bila metode ini dikendalikan dengan cekatan oleh guru, banyak manfaat yang dapat dipetik, sebagai metode cara ini :
1. Dapat mempertinggi perhatian siswa melalui adegan-adegan, hal mana tidak selalu terjadi dalam metode ceramah atau diskusi.
2. Siswa tidak saja mengerti persoalan sosial psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia, seperti halnya penonton film atau sandiwara, yang ikut hanyut dalam suasana film seperti, ikut menangis pada adegan sedih, rasa marah, emosi, gembira dan lain sebagainya.
3. Siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain.
Sebaliknya betapapun besar nilai metode ini ditangan yang kurang bijaksana akan menjadi nihil. Pada umumnya karena guru sendiri tidak paham akan tujuan yang dicapai, atau guru memilih metode ini walaupun sebenarnya kurang tepat untuk tujuan tertentu. Dapat terjadi guru tidak menyadari pentingnya langkah langkah dalam metode ini.
Saran-saran yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan metode ini:
1. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan melalui metode ini. Dan tujuan tersebut diupayakan tidak terlalu sulit/berbelit-belit, akan tetapi jelas dan mudah dilaksanakan
2. Melatar belakang cerita sosiodrama dan bermain peranan tersbeut. Misalnya bagaimana guru dapat menjelaskan latar belakang kehidupan sahabat Aku Bakar sebelum menceritakan kisah sahabat Abu Bakar masuk Islam. Hal ini agar materi pelajaran dapat dipahami secara gamblang dan mendalam oleh siswa/anak didik
3. Guru menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan sosiodrama dan bermain peranan melalui peranan yang harus siswa lakukan/mainkan
4. Menetapkan siapa-siapa diantara siswa yang pantas memainkan/melakonkan jalannya suatu cerita. Dalam hal ini termasuk peranan penonton
5. Guru dapat menghentikan jalannya permainan apabila telah sampai titik klimaks. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara seksama
6. Sebaiknya diadakan latihan-latihan secara matang, kemudian diadakan uji coba terlebih dahulu, sebelum sosiodrama dipentaskan dalam bentuk yang sebenarnya.

B. Langkah-langkah penyajian metode sosio drama.
Dalam rangka menyiapkan suatu situasi bermain peran di dalam kelas, guru mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan dan instruksi
a. Guru memiliki situasi/ dilema bermain peran
Situasi-situasi masalah yang dipilih harus menjadi ”sosiodrama” yang menitikberatkan pada jenis peran, masalah dari situasi pamiliar, serta pentingnya bagi siswa. Keseluruhan situasi harus dijelaskan, yang meliputi deskripsi tentang keadaan pristiwa, individu-individu, yang dilibatkan, dan posisi-posisi dasar yang diambil oleh pelaku khusus. Para pemeran khusus tidak didasarkan kepada individu nyata di dalam kelas, hindari tipe yang sama pada waktu merancang pemeran supaya tidak terjadi gangguan hak pribadi secara psikologis dan merasa aman.
b. Sebelum pelaksanaan bermain peran, siswa harus mengikuti latihan pemanasan, latihan-latihan ini diikuti oleh semua siswa, baik sebagai partisipasi aktif maupun sebagai para pengamat aktif. Latihan-latihan ini dirancang untuk menyiapkan siswa, membantu mereka mengembangkan imajinasinya dan untuk membentuk kekompakan kelompok dan interaksi. Misalnya latihan pantonim.
c. Guru memberikan intruksi khusus kepada peserta bermain peran setelah memberikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan kelas. Penjelasan tersebut meliputi latar belakang dan karakter-karakter dasar melalui tulisan atau penjelasan lisan. Para peserta (pemeran) dipilih secara suka rela. Siswa diberi kebebasan untuk menggariskan suatu peran. Apabila siswa telah pernah mengamati suatu situasi dalam kehidupan nyata maka situasi tersebut dapat dijadikan sebagai situasi bermain peran. Peserta bersangkutan diberi kesempatan untuk menunjukkan tindakan/ perbuatan ulang pengalaman. Dalam brifing, kepada pemeran diberikan deskripsi secara rinci tentang kepribadian, perasaan dan keyakinan dari para karakter. Hal ini diperlukan guna membangun masa lampau dari karakter. Dengan demikian dapat ddirancang ruangan dan peralatan yang perlu digunakan dalam bermain peran tersebut.
d. Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta memberikan intruksi-intruksi yang bertalian dengan masing-masing peran kepada para audience. Para audience diupayakan mengambil bagian secara aktif dalam bermain peran itu. Untuk itu kelas dibagi dua kelompok, yakni kelompok pengamat dan kelompok spekulator, masing-masing melaksanakan fungsinya. Kelompok I bertindak sebagai pengamat yang bertugas mengamati: (1) perasaan individu karakter, (2) karakter-karakter khusus yang diinginkan dalam situasi, dan (3) mengapa karakter merespon cara yang mereka lakukan. Kelompok II bertindak sebagai spekulator yang berupaya menanggapi bermain peran itu dari tujuan dan analisis pendapat. Tugas kelompok ini mengamati garis besar rangkaian tindakan yang telah dilakukan oleh karakter-karakter khusus.
2. Tindakan dramatik dan diskusi
a. Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran, sedangkan para audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada pemeran
b. Bermain peran harus berhenti pada titik-titik penting atau apabila terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan tersebut.
c. Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat pada situasi bermain peran. Masing-masing kelompok audience diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil observasi dan reaksi-reaksinya. Para pemeran juga dilibatkan dalam diskusi tersebut. Diskusi dibimbing oleh guru dengan maksud berkembang pemahaman tentang pelaksanaan bermain peran serta bermakna langsung bagi hidup siswa, yang pada gilirannya menumbuhkan pemahaman baru yang berguna untuk mengamati dan merespon situasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Evaluasi bermain peran
a. Siswa memberikan keterangan, baik secara tertulis maupun dalam kegiatan diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dalam bermain peran. Siswa diperkenankan memberikan komentar evaluatif tentang bermain peran yang telah dilaksanakan, misalnya tentang makna bermain peran bagi mereka, cara-cara yang telah dilakukan selama bermain peran, dan cara-cara meningkatkan efektifitas bermain peran selanjutnya.
b. Guru menilai efektifitas dan keberhasilan bermain peran. Dalam melakukan evaluasi ini, guru dapat menggunakan komentar evaluatif dari siswa, catatan-catatan yang dibuat oleh guru selama selama berlangsungnya bermain peran. Berdasarkan evalusi tersebut, selanjutnya guru dapat menentukan tingkat perkembangan pribadi sosial, dan akademik para siswanya.
c. Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah dinilai tersebut dalam sebuah jurnal sekolah (kalau ada) atau pada buku catatan guru. Hal ini penting untuk pelaksanaan bermain peran selanjutnya.
C. Materi yang cocok dengan metode sosio drama.
Dalam pendidikan agama metode sosiodrama dan bermain peranan ini efektif dalam menyajikan pelajaran akhlak, sejarah Islam dan topik-topik lainnya. Dalam pelajaran sejarah, misalnya guru ingin menggambarkan kisah sahabat khalifah Abu Bakar, ketika beliau masuk Islam. Kisah tersebut tentu amat menarik jika disajikan melalui metode sosiodrma dan bermain peranan. Sebab siswa disamping mengetahui proses jalannya khalifah Abu Bakar masuk Islam, juga dapat menghayati ajaran dan hikmah yang terkandung dalam kisah tersebut.
Demikian pula halnya pada pelajaran akhlak. Misalnya bagaimana sosok akhlaqul karimah (seorang yang berakhlak mulia) dan anak yang saleh ketika berhadapan dengan orang tuanya maupun anak durhaka kepada orang tuanya, misalnya sebagaimana cerita “Si Malin Kundang” yang tersohor itu. Dan lain-lainnya yang bersifat sosiodrama dan bermain peranan.
Untuk penghayatan sifat-sifat tertentu dapat diterapkan metode Sosiodrama dan untuk materi cerita dapat diterapkan metode Roll Playing.

D. Kebaikan dan Kelemahan.
Metode sosio drama selain mempunyai kelebihan juga mempunyai beberapa kelemahan,antara lain:
1. Kelebihan metode sosio drama.
a. Melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu secara kreatif serta melatih keberanian.
b. Menarik perhatian anak sehingga suasana kelas menjadi hidup.
c. Menghayati suatu peristiwa sehingga mudah mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri.
d. Melatih anak untuk menyusun pikirannya secara teratur
e. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya
f. Bahasa lisan murid dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami
2. Kekurangan metode sosio drama
a. Sebagian anak yang tidak ikut bermain drama menjadi kurang aktif
b. Memerlukan waktu cukup banyak
c. Memerlukan persiapan yang teliti dan matang
d. Kadang-kadang anak tidak mau mendramatisasikan karena malu
e. Tidak dapat mengambil kesimpulan apabila pelaksanaan dramatisasi gagal
f. Kelas sering terganggu oleh suara para pemain dan penonton yang terkadang bertepuk tangan dan prilaku lainnya.

E. RPP
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam (Aqidah Akhlak)
Kelas/Semester : XI/I
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit (1 x pertemuan)

A. Standar Kompetensi : Membiasakan prilaku terpupji
B. Kompetensi Dasar : Menampilkan contoh-contoh prilaku taubat dan raja’
C. Indikator :
1. Siswa mampu menunjukkan contoh-contoh prilaku taubat
2. Siswa mampu menunjukkan contoh-contoh prilaku raja’
D. Materi Pembelajaran :
1. Pengertian taubat dan raja’
2. Hikma taubat dan raja’
3. Membiasakan diri taubat dan raja’
E. Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan Belajar Metode Media
Kegiatan pendahuluan
a. Guru memberikan apersepsi, pretest pri-laku terpuji
b. Guru menyampaikan tujuan pembela-jaran yang akan di capai
Tanya jawab

Ceramah

Buku paket PAI dan BKS
Kegiatan inti
a. Guru menyuruh 2 siswa kedepan untuk bermain peran tentang contoh prilaku taubat dan raja’
b. Guru menyuruh siswa untuk mendis-kusikan drama yang tentang taubat dan raja’
c. Guru menjelaskan dan menyimpulkan materi contoh-contoh prilaku taubat dan raja’
d. Guru memberi kesempatan kapada siswa untuk bertanya
Sosiodrama

Diskusi

Cerama

Tanya jawab
Skrip dialog, Buku paket, LKS, buku yang relevan
Kegiatan penutup
a. Guru memberikan post test
b. Guru memberikan motivasi untuk berprilaku taubat dan raja’ dalam kehidupan sehari-hari
Tanya jawab
Ceramah

F. Sumber, Materi dan Bahan
Untuk menunjang pembelajaran, diperlukan hal-hal sebagai berikut:
– Buku paket PAI XI/I
– Lembar Kerja Siswa (LKS)
G. Penilaian
Jenis Penilaian : Performance
Kriteria penilaian :
– Keaktifan dalam diskusi kelompok
– Keaktifan dalam kelas
– Keseriusan dalam kegiatan belajar
Format penilaian
No Keaktifan dalam diskusi Keaktifan dalam kelas Keseriusan belajar

Rubrik penilaian
Tingkat Penilaian Kualifikasi Deskripsi
80 – 100
60 – 79
40 – 59
0 A
B
C
D Siswa memenuhi 3 kriteria
Siswa memenuhi 2 kriteria
Siswa memenuhi 1 kriteria
Siswa tidak ikut serta

Jenis penilaian : Project
Kriteria penilaian :
– Kesesuaian
– Orisinilitas
– Kualitas isi
– Kerapian tulisan
Format Penilaian
No Penilaian
Kesesuaian Orisinilitas Kualitas isi Kerapian tulisan

Rubrik penilaian
Tingkat Penilaian Kualifikasi Deskripsi
80 – 100
60 – 79
40 – 59
20 – 39
0 A
B
C
D
E Siswa memenuhi 4 kriteria
Siswa memenuhi 3 kriteria
Siswa memenuhi 2 kriteria
Siswa memenuhi 1 kriteria
Siswa tidak mengumpulkan tugas

LAMPIRAN 1: URAIAN MATERI

Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya. Agama Islam tidak memandang manusia bagaikan malaikat tanpa kesalahan dan dosa sebagaimana Islam tidak membiarkan manusia berputus asa dari ampunan Allah, betapa pun dosa yang telah diperbuat manusia. Bahkan Nabi Muhammad telah membenarkan hal ini dalam sebuah sabdanya yang berbunyi: “Setiap anak Adam pernah berbuat kesalahan/dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang bertaubat (dari kesalahan tersebut).”
Raja’ adalah sura hati seorang untuk mencapai sesuatu yang dicintai’ yaitu Allah SWT. Adanya pengertian tersebut berarti mengingatkan kepada seseorang bahwa dirinya hamba yang lemah dan hendaknya selalau berharap lindungan Alla dalam segala hal
Hikmah taubat antara lain:
1. Mendapat kebahagian/ pahala yang berllipat ganda
2. Mendapat kasih saying Allah karena Allah SWT sangat mencintai orang yang bertaubat
3. Menghapus semua kealahan/ dosa yang telah diperbuatnya
Hikmah raja’ antara lain:
1. Mengharapo rahmat Allah dan tidak mudah putus asa
2. Meningkatklan rasa saling menintai sesame manusia
3. Menjadikan dirinya tenang ,aman, dan tidak merasa takut kepaqda siapapun , kecuali kepada Allah SWT
Membiasakan diri bertaubat pada Allah dilakukan dengan cara menjalankan syriatnya dengan tekun dan tepat waktu serta menjaga diri sepenuhnya untuk tidak mengulangi lagi perbuatan buruk/ jahat.
Membmiasakan diri raja’ (mengharap karunia Allah) harus dilakukan setiap saat. Hal ini menunjukkan bahwa manusia hidup tidak lepas dari godaan dunia baik berupa harta maupun anak, karena terkadang harta dan anak menjadi sumber fitnah. Bentuk raja’ ini berupa doa-doa positif pada Allah agar tetap menjaganya dari godaan syetan yang menyesatkan.

LAMPIRAN II: SOAL

1. Apakah yang dimaksud dengan taubat dan raja’?
2. Sebutkan syarat-syarat orang yang bertaubat?
3. Sebutkan contoh-contoh raja’ yang mempunyai sikap dinamis?

JAWAB
1. Taubat adalah memohon ampun Allah dengan benar-benar menyesali perbuatnya dan tidak akan menulangi lagi kesalahan serupa. Sedangkan raja’ adalah mengharap keridhaan Allah SWT dan rahmanya.
2. Syarat-syarat orang-orang yang bertaubat antara lain:
a. Menyesal terhadap perbuatan maksiat yang telah diperbuat
b. Meninggalkan pernuatan maksiat itu
c. Bertekad dan berjanji dengan sungguh-sungguh tudakl akan mengulangi lagi perbuatan itu.
d. Mengikutinya dengan perbuatan baik karena perbuatan baik akan menghapus keburukan.
3. Diantara contoh-contoh raja’ yang mempunyai sikap dinamis antara lain:
a. Seorang petani akan berusaha agar hasil pertaniannya meningkat
b. Seorang pelajar akan meningkatkan kegiatan belajarnya agar ilmunya bertambah

SOSIODRAMA
CONTOH-CONTOH PERILAKU TAUBAT DAN RAJA’
Deskripsi:
1. Siswa I (Rara) : Siswi yang selalu memaafkan orang lain
2. Siswa II (Intan) : Siswi yang melakukan akhlak tercela

Bel bordering menunjukkan waktu istirahat telah tiba. Semua siswa keluar dari kelas untuk menuju kantin sekolah. Dan tanpa sengaja uang Rara terjatuh dilantai.

Rara : Uangku mana ya? Kok ga’ ada… (Sambil merogoh saku dibaju seragamnya)
Intan : Eh ada uang!!! Uang siapa ya? Kuambil aja deh, dari pada ga’ ada yang ngambil.
Rara : (Mencari uang dalam tas, kemudian bertanya kepada Intan) Tan, tadi kamu
liat uangku jatuh ga’?
Intan : Nggak Ra, aku juga baru dating ke kelas. Emangnya tadi kamu taruh mana?
Rara : Tadi waktu mau kekantin udah aku masukkan saku, eh… Ternyata ga’ ada. Tapi yaudahlah ga’ apa-apa mungkin Allah sedang menguji orang yang kurang bersedekah.he…he…he… (Dengan mimik bercanda).
Dua hari kemudian, Intan kehilangan ciincin pemberian mamanya.
Intan : Aduh, mana ya cincinku?
Rara : Ada apa Tan? Kok panik gitu?
Intan : Cincin pemberian mamaku hilang, padahal itu cincin satu-satunya yang aku punya.
Rara : Oh ya Tan… tadi aku nemuin cincin bermata putih dibelakang pintu kelas. Apa ini punya kamu?
Intan : Iya Ra… makasih banyak ya. Kamu memang temenku yang paling baik.
Rara : Kan udah seharusnya kita tidak boleh mengambil hak milik orang lain.
Intan : (Kemudaian teringat kalau dia pernah mengambil uang Rara dan tidak mengembalikan uang tersebut). Ra, aku mau brekata jujur, tapi kamu jangan marah ya?
Rara : Emang ada apa Tan?
Intan : Sebenarnya beberapa hari yang lalu aku yang nemuin uang kamu, tapi malah ga’ aku balikin ke kamu. Apa mau kamu memafkan kesalhanku?
Rara : Oh… tentang itu! Gak apa-apa kok, ya pastilah aku maafin, Allah aja Maha Pemaaf masa’ aku sendiri ga’ bisa jadi orang pemaaf.
Intan : (Tiba-tiba dalam hatinya bergumam, “aku tidak akan mengulangi perbuatan tercela itu lagi dan bertaubat kepada Allah). Terimakasih ya Ra, kamu memang temanku yang paling baik.
Rara : Sama-sama Tan, kita kan sama-sama makhluk Allah yang harus saling memaafkan.
Intan : (Ya Allah aku berharap semoga aku menjadi manusia yhghgfjhhvhgkukjgjhgkjang lebih baik, dan semoga Engkau mendengar semua permohonan maaf hambaMu ini. Amiin…)
Kemudian mereka berdua saling berpelukan deh…

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sosiodrama dimaksudkan adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan social. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Kedua istilah ini (sosiodrama dan bermain peranan), kadang-kadang juga disebut metode dramatisasi. Hanya bedanya kedua metode tersebut tidak disiapkan terlebih dahulu naskahnya.
Bila metode ini dikendalikan dengan cekatan oleh guru, banyak manfaat yang dapat dipetik, sebagai metode cara ini :
1. Dapat mempertinggi perhatian siswa melalui adegan-adegan, hal mana tidak selalu terjadi dalam metode ceramah atau diskusi.
2. Siswa tidak saja mengerti persoalan sosial psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia, seperti halnya penonton film atau sandiwara, yang ikut hanyut dalam suasana film seperti, ikut menangis pada adegan sedih, rasa marah, emosi, gembira dan lain sebagainya.
3. Siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain.
Sebaliknya betapapun besar nilai metode ini ditangan yang kurang bijaksana akan menjadi nihil. Pada umumnya karena guru sendiri tidak paham akan tujuan yang dicapai, atau guru memilih metode ini walaupun sebenarnya kurang tepat untuk tujuan tertentu. Dapat terjadi guru tidak menyadari pentingnya langkah langkah dalam metode ini.
Dalam rangka menyiapkan suatu situasi bermain peran di dalam kelas, guru mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan dan instruksi
a. Guru memiliki situasi/ dilema bermain peran
b. Sebelum pelaksanaan bermain peran, siswa harus mengikuti latihan pemanasan, latihan-latihan ini diikuti oleh semua siswa, baik sebagai partisipasi aktif maupun sebagai para pengamat aktif.
c. Guru memberikan intruksi khusus kepada peserta bermain peran setelah memberikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan kelas
d. Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta memberikan intruksi-intruksi yang bertalian dengan masing-masing peran kepada para audience.
2. Tindakan dramatik dan diskusi
a. Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran, sedangkan para audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada pemeran
b. Bermain peran harus berhenti pada titik-titik penting atau apabila terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan tersebut.
c. Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat pada situasi bermain peran.
d. Evaluasi bermain peran
a. Siswa memberikan keterangan, baik secara tertulis maupun dalam kegiatan diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dalam bermain peran.
b. Guru menilai efektifitas dan keberhasilan bermain peran.
c. Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah dinilai tersebut dalam sebuah jurnal sekolah (kalau ada) atau pada buku catatan guru. Hal ini penting untuk pelaksanaan bermain peran selanjutnya.
Dalam pendidikan agama, metode sosiodrama dan bermain peranan ini efektif dalam menyajikan pelajaran akhlak, sejarah Islam dan topik-topik lainnya.
Kelebihan dan kekurangan metode sosiodrama, antara lain:
1. Kelebihan metode sosio drama.
a. Melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu secara kreatif serta melatih keberanian.
b. Menarik perhatian anak sehingga suasana kelas menjadi hidup.
c. Menghayati suatu peristiwa sehingga mudah mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri.
d. Melatih anak untuk menyusun pikirannya secara teratur
e. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya
f. Bahasa lisan murid dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami
2. Kekurangan metode sosio drama
a. Sebagian anak yang tidak ikut bermain drama menjadi kurang aktif
b. Memerlukan waktu cukup banyak
c. Memerlukan persiapan yang teliti dan matang
d. Kadang-kadang anak tidak mau mendramatisasikan karena malu
e. Tidak dapat mengambil kesimpulan apabila pelaksanaan dramatisasi gagal
f. Kelas sering terganggu oleh suara para pemain dan penonton yang terkadang bertepuk tangan dan prilaku lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya. 2005. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
http://syaifullaheducationinformationcenter.blogspot.com/2008/11/metode-pengajaranpendidikan-agama.html.
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_b12.html

Manajemen Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

A. Definisi Manajemen Tenaga Pendidik Dan Kependidikan
Tenaga pendidik dan kependidikan dalam proses pendidikan memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan pendidik dalam masyarakat Indonesia tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Untuk memahami konsep manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, kita terlebih dahulu harus mengerti arti manajemen dan tenaga pendidik dan kependidikan.
Kata Manajemen berasal dari bahasa Inggris, to manage yang artinya mengatur atau mengelola. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasinal pasal 1 ayat 5 dan 6 yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisispasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Jadi manajemen tenaga pendidik dan kependidikan adalah aktivitas yang harus dilakukan mulai dari tenaga pendidik dan kependidikan masuk ke dalam organisasi pendidikan sampai akhirnya berhenti melalui proses perencanaan SDM, perekrutan, seleksi, penempatan, pemberian, kompensasi, penghargaan, pendidikan dan latihan/ pengembangan dan pemberhentian.

B. Tujuan Manajemen Tenaga Pendidik Dan Kependidikan
Tujuan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan secara umum adalah:
1. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja yang cakap, dapat dipercaya, dan memiliki motivasi tinggi
2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang dimiliki oleh karyawan
3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang ketat, sistem kompensasi dan insentif yang disesuaikan dengan kinerja, pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang terkait dengan kebutuhan organisasi dan individu
4. Mengembangkan praktik manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari bahwa tenaga pendidik dan kependidikan merupakan stakeholder internal yang berharga serta membantu mengembangkan iklim kerjasama dan kepercyaan bersama
5. Menciptakan iklim kerja yang harmonis

C. Tugas dan Fungsi Tenaga Pendidik Dan Kependidikan
Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Pasal 39: (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Secara khusus tugas dan fungsi tenaga pendidik (guru dan dosen) didasarkan pada Undang-Undang No 14 Tahun 2007, yaitu sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat. Dalam pasal 6 disebutkan bahwa: Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

D. Aktivitas Manajemen Tenaga Pendidik Dan Kependidikan
Perencanaan SDM merupakan awal dari pelaksanaan fungsi manajemen SDM. Perencanaan ini seringkali tidak diperhatikan dengan seksama. Dengan melakukan perencanaan ini, segala fungsi SDM dapat dilaksanakan dengan efektif efisien. Ada beberapa metode yang dapat dipakai dalam merencanakan SDM, antara lain:
1. Metode Tradisional
Metode ini biasanya disebut sebagai perencanaan tenaga kerja, semata-mata memperhatikan masalah jumlah tenaga kerja serta jenis dan tingkat keterampilan dalam organisasi.

Gambar: Metode Tradisional
2. Metode Perencanaan Terintegrasi
Dalam perencanaan terintegrasi, segala aspek yang penting dalam pembuatan dan pencapaian visi organisasi ataupun SDM turut diperhatikan. Dalam perencanaan terintegrasi segala perencanaan berpusat pada visi strategik. Visi tersebut kemudian dijadikan standar pencapaian.

Gambar: Metode Perencanaan Terintegrasi
3. Seleksi
Seleksi didefinisikan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dimana individu dipilih untuk mengisi suatu jabatan yang didasarkan pada penilaian terhadap seberapa besar karakteristik individu yang bersangkutan, sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh jabatan tersebut. Tujuan utama seleksi adalah untuk mengisi kekosongan jabatan dengan personil yang memenuhi persyaratan yang ditentukan serta untuk membantu meminimalisasi pemborosan waktu, usaha, dan biaya yang harus diinvestasikan bagi pengembangan pendidikan para pegawai.
Dalam proses seleksi, kelompok pelamar harus melalui tiga tahapan proses, yaitu:
a. Pra Seleksi, yang melibatkan kebijakan dan penetapan prosedur seleksi. Tugas utama pengujian dalam tahap pra seleksi adalah pengembangan kebijakan seleksi dan keputusan prosedur pra seleksi.
b. Seleksi, yang merupakan pengajuan seleksi dan implementasi aturan yang ditetapkan pada tahap pra seleksi. Dalam konteks ini ada dua aspek yang penting dicermati, yaitu penilaian data dan pelamar serta implikasi tanggung jawab dari keputusan seleksi.
c. Pasca Seleksi, tahap dimana terjadi penolakan dan penerimaan pelamar yang melibatkan daftar kemampuan pelamar, bagian personalia, pembuatan kontrak dan penempatan pegawai.
4. Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja tenaga pendidik dan kependidikan meliputi:
a. Fungsi kerja esensial yang diharapkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan
b. Seberapa besar kontribusi pekerjaan pendidik dan kependidikan bagi pencapaian tujuan pendidikan
c. Apa arti konkrit mengerjakan pekerjaan yang baik
d. Bagaimana tenaga kependidikan dan dinas bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki maupun mengembangkan kinerja yang ada sekarang
e. Bagaimana prestasi kerja akan diukur
f. Mengenali berbagai hambatan kerja dan menyingkirkannya.
Sistem manajemen kinerja yang seperti apa yang akan kita gunakan tentunya akan sangat tergantung pada kebutuhan dan tujuan masing-masing organisasi. Adapun langkah-langkah manajemen kinerja adalah:
– Persiapan pelaksanaan proses
– Penyusunan Rencana Kerja
– Pengkomunikasian kinerja yang berkesinambungan
– Pengumpulan data, pengamatan dan dokumentasi
– Mengevaluasi kinerja
– Pengukuran dan penilaian kinerja.
5. Pemberian Kompensasi
Program kompensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk kepentingan perusahaan, karyawan dan pemerintah. Supaya tujuan tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya program pemberian didasarkan pada prinsip adil dan wajar. Tujuan pemberian kompensasi antara lain adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan efektifitas, motivasi, stabilitas serta disiplin karyawan.
Bagi tenaga pendidik dan kependidikan yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil pemerintah telah mengatur pemberian kompensasi ini dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2006 tentang Penyesuaian Gaji Pokok PNS, PP No. 3 tahun 2006 tentang Tunjangan Struktural, PP No. 12 tahun 2006 tentang Tunjangan Umum Bagi Pegawai Negeri Sipil, PP No. 25 tahun 2006 tentang Pemberian Gaji/Pensiun/Tunjangan Bulan Ketiga Belas Kepada Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun/Tunjangan.
Dari beberapa aturan tersebut, selain gaji pokok yang diterima oleh tenaga pendidik dan kependidikan yang berstatus PNS ada beberapa tunjangan yang diberikan antara lain tunjangan jabatan struktural dan tunjangan jabatan fungsional. Bagi tenaga pendidik dan kependidikan yang berstatus non PNS kebijakan pemberian kompensasi ini didasarkan pada kebijakan lembaga/ yayasan.
6. Pengembangan Karier
Betapapun baiknya suatu perencanaan karier yang telah dibuat oleh seorang pekerja, rencana tersebut tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya pengembangan karier yang sistematik dan terprogram. Pengembangan karier adalah suatu kondisi yang menunjukkan adanya peningkatan-peningkatan status seseorang dalam suatu organisasi dalam jalur karier yang telah ditetapkan dalam organisasi yang bersangkutan.

dalil-dalil naqli Filsafat Pendidikan Islam

Salah satu cabang ilmu filsafat diantaranya adalah Filsafat Pendidikan Islam. Tidak dipungkiri bahwa filsafat sebagai pandangan hidup erat kaitannya dengan nilai sesuatu yang dianggap benar. Jika filsafat itu dijadikan pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa, maka mereka berusaha untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan yang nyata. Di sinilah filsafat sebagai pandangan hidup difungsikan sebagai tolak ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai.
Terdapat hubungan timbal balik antara sistem pendidikan dengan falsafat hidup. Falsafat hidup yang diyakini sebagai sesuatu yang dianggap benar, pada tahap awal dan pada dasarnya merupakan suatu konsep pemikiran yang menjadi dasar dan tujuan yang dicita-citakan. Adapun Islam, sebagai suatu konsep ajaran yang diyakini memiliki nilai-nilai tentang kebenaran oleh penganutnya pada dasarnya merupakan filsafat dan pandangan hidup mereka. Lebih jauh sebagai konsep ilahiyat ajaran Islam menurut pandangan muslim mengandung kebenaran yang hakiki.
Sistem pendidikan Islam baru dapat dinilai Islami, hanyalah kalau secara serasi dan konsisten dapat diwujudkan sesuai dengan konsep ajaran al-Qur’an dan al-Hadits yang menjadi dasar dan tujuan hidup muslim. Adanya hubungan timbal ini menyebabkan sistem pendidikan Islam tak mungkin dipisahkan dengan filsafat dan pandangan hidup muslim itu sendiri. Dengan demikian sistem pendidikan sebagai bagian dari tatanan kehidupan yang dicita-citakan itu, pada hakikatnya tak mungkin lepas dari keterkaitannya dengan ajaran Islam.
Kajian filsafat pendidikan yang penting untuk dipahami adalah mengenai perbedaan antara filsafat pendidikan Islam dan filsafat pendidikan lainnya. Setidaknya terdapat 11 perbedaan antara filsafat pendidikan Islam dengan filsafat pendidikan lainnya (barat). Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya filsafat pendidikan Islam bersumber dari al-Qur’an, al-Hadits dan juga perkataan para ulama yang berdasarkan al-Qur’an maupun al-Hadits. Dengan begitu ke sebelas perbedaan antara filsafat pendidikan Islam dan filsafat pendidikan barat tentulah tidak lepas dari dalil-dalil naqli (khususnya filsafat pendidikan Islam).
Berikut ini adalah dalil-dalil naqli dari 11 perbedaan tersebut, ditinjau dari filsafat pendidikan Islam sebagai berikut:
1. Bersifat theosentris (berkisar sekitar Tuhan)
Kita belajar atau mengajar itu harus lillahi ta’ala dengan niat yang ikhlas. Thalabul ilmi lil’ibadah yang mana implikasinya adalah surga dan neraka. Dalam filsafat pendidikan islam ini dipercayai adanya barokah.
              
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Q.S. Luqman: 13)
2. Berdasarkan wahyu (al Qur’an, Hadits dan pemikiran ulama yang didasarkan pada al Qur’an dan Hadits)
Sebagaimana firman Allah:
        
“Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”(Q.S.al-Baqoroh:2)
Al-Qur’an adalah suatu formula, di dalamnya terdapat sains yang perlu dipikirkan oleh manusia. Sebagaimana firman Allah:
                ••   
“Kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (Q.S. Al-Hasyr: 21)
3. Meyakini adanya yang ghoib
Bukan hanya sekedar mengajarkan yang ghoib, tetapi juga bagaimana cara meyakininya, begitu juga kontekstualisasi materi yang tidak ghoib dengan nilai-nilai ghaibiyah-Nya (nilai-nilai ke-Esa-an Allah).
                      •                                            •    
“Berkata Sulaiman: “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri”.
Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”.
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: “Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.” (Q.S. An-Naml: 38 – 40)
Pekerjaan memindahkan singgasana dari satu negeri ke negeri yang lain dalam waktu lebih cepat dari sekejap mata disebutkan oleh Al-Qur’an bukan sebagai suatu perbuatan sihir, kekuatan Jin, atau mukjizat seorang Nabi, melainkan perbuatan seseorang karena ilmu yang dimilikinya. Ini merupakan bukti bahwa dengan ilmu manusia mampu menundukkan banyak kekuatan alam.
Ilmu modern pun telah mampu memindahkan suara melalui gelombang, lalu berkembang sehingga mampu memindahkan gambar visual. Dan Al-Qur’an Al-Karim cukup memotivasi orang untuk berpikir. Al-Qur’an tidak perlu mengemukakan teori, cara atau sarananya. Al-Qur’an cukup hanya menunjukkan kunci-kunci ma’rifah dan rahasia alam, serta mendorong kita untuk terus menerus meneliti serta mengkajinya.
4. Belajar mengajar adalah sama dengan ibadah, dan selalu dikaitkan dengan pengabdian kepada Tuhan
Belajar haruslah jisman, ruhan dan do’a. Dengan kata lain dia adalah orang yang benar-benar khidmad dalam beribadah kepada Allah.
            •   •      
“Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Ankabut: 20)
Dari ayat di atas, dapat dikatahui bahwa jika kita belajar dengan sungguh-sungguh maka bisa mendekatkan diri kita pada Allah. Allah memerintahkan untuk:
a. Melakukan perjalanan, dengannya seseorang akan menemukan banyak pelajaran berharga baik melalui ciptaan Allah yang terhampar dan beraneka ragam, maupun dari peninggalan lama yang masih tersisa puing-puingnya.
b. Melakukan pembelajaran, penelitian, dan percobaan (eksperimen) dengan menggunakan akalnya untuk sampai kepada kesimpulan bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini, dan bahwa di balik peristiwa dan ciptaan itu, wujud satu kekuatan dan kekuasaan Yang Maha Besar.
5. Meyakini adanya kehidupan sebelum dan sesudah mati.
Belajar tidak hanya untuk kehidupan ketika hidup saja, tetapi juga untuk kehidupan sesudah mati.
                               
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Baqarah: 3 – 5)
6. Di dalam pendidikan terdapat pahala dan dosa
Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia pasti mendapat balasan dari Allah. Begitu juga dalam proses belajar mengajar, segala sesuatunya akan dibalas baik berupa pahala maupun dosa. Sesuai dengan firman Allah:
        •         
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al-Israa’: 36)
7. Akal dan ilmu manusia terbatas, yang tidak terbatas ialah ilmu Tuhan
Akal dan ilmu manusia bisa berkembang tetapi tetap ada batasnya.
Allah berfirman:
              
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.(Q.S.Al-Isra’:85)
Sedangkan ilmunya Allah tiada terbatas dan merupakan kebenaran yang hakiki. Hal tersebut tertuang dalam al-Qur’an:
     •  
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu Termasuk orang-orang yang ragu.”(Q.S.al-Baqoroh:147)
….          
“Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?”(Q.S.al-Baqoroh:33)

8. Akal dan ilmu terikat oleh norma dan nilai
Tegaknya dakwah kepada keimanan berdasarkan kepuasan (kemantapan) akal. Artinya, keimanan tidak berarti mematikan akal, bahkan Islam menyuruh akal untuk beramal pada bidangnya sehingga mendukung kekuatan iman dan tidak ada ajaran manapun yang memuliakan akal sebagaimana Islam memuliakannya, tidak menyepelekan dan tidak pula berlebihan. Sedangkan yang dilakukan para pengkultus akal yang mereka beritikad memuliakan akal, pada hakikatnya mereka justru menghinakan akal serta menyiksanya karena mambebani akal dengan sesuatu yang tidak mampu.
Walaupun akal dimuliakan tapi kita menyadari bahwa akal adalah sesuatu yang berada dalam jasmani makhluk. Maka ia sebagaimana makhluk yang lain, memiliki sifat lemah dan keterbatasan. Al Imam As-Safarini rahimahullah berkata: “Allah Ta’ala menciptakan akal dan memberinya kekuatan adalah untuk berpikir dan Allah Ta’ala menjadikan padanya batas yang ia harus berhenti padanya dari sisi berfikirnya bukan dari sisi ia menerima karunia Ilahi. Jika akal menggunakan daya pikirnya pada lingkup dan batasnya serta memaksimalkan pengkajiannya, ia akan tepat (menentukan) dengan ijin Allah. Tetapi jika ia menggunakan akalnya di luar lingkup dan batasnya yang Allah Ta’ala telah tetapkan maka ia akan membabi buta…” (Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah, hal. 1105)
Untuk itu kita perlu mengetahui di mana sesungguhnya bidangnya akal. Intinya bahwa akal tidak mampu menjangkau perkara-perkara ghaib di balik alam nyata yang kita saksikan ini, seperti pengetahuan tentang Allah Ta’ala dan sifat-sifat-Nya, arwah, surga dan neraka yang semua itu hanya dapat diketahui melalui wahyu.
Nabi SAW bersabda:
رُوْا فِيْ اللهِ عَزَّ وَجَلَّتَفَكَّرُوْا فِيْ أَلاَءِ اللهِ وَلاَ تَفَكَّ
“Berpikirlah pada makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir pada Dzat Allah.” (HR. Ath-Thabrani, Al-Lalikai dan Al-Baihaqi dari Ibnu ‘Umar, lihat Ash-Shahihah no. 1788 dan Asy-Syaikh Al-Albani menghasankannya)
               
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (Q.S. Al-Israa’: 85)
Oleh karenanya, akal diperintahkan untuk pasrah dan mengamalkan perintah syariat meskipun ia tidak mengetahui hikmah di balik perintah itu. Karena, tidak semua hikmah dan sebab di balik hukum syariat bisa manusia ketahui. Yang terjadi, justru terlalu banyak hal yang tidak manusia ketahui sehingga akal wajib tunduk kepada syariat.
Diumpamakan oleh para ulama bahwa kedudukan antara akal dengan syariat bagaikan kedudukan seorang awam dengan seorang mujtahid. Ketika ada seseorang yang ingin meminta fatwa dan tidak tahu mujtahid yang berfatwa (tidak tahu harus ke mana minta fatwa), maka orang awam itu pun menunjukkannya kepada mujtahid. Setelah mendapat fatwa, terjadi perbedaan pendapat antara mujtahid yang berfatwa dengan orang awam yang tadi menunjuki orang tersebut. Tentunya bagi yang meminta fatwa harus mengambil pendapat sang mujtahid yang berfatwa dan tidak mengambil pendapat orang awam tersebut karena orang awam itu telah mengakui keilmuan sang mujtahid dan bahwa dia (mujtahid) lebih tahu (lebih berilmu). (Lihat Syarh Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 201)
Al-Imam Az-Zuhri rahimahullah mengatakan: “Risalah datang dari Allah, kewajiban Rasul menyampaikan dan kewajiban kita menerima.” (Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 201)
Orang yang menggunakan akal tidak pada tempatnya, berarti ia telah menyalahgunakan dan melakukan kezaliman terhadap akalnya. Sesungguhnya madzhab filasafat dan ahli kalam yang ingin memuliakan akal dan mengangkatnya –demikian perkataan mereka– belum dan sama sekali tidak akan mencapai sepersepuluh dari sepersepuluh apa yang telah dicapai Islam dalam memuliakan akal -ini jika kita tidak mengatakan mereka telah berbuat jahat dengan sejahat-jahatnya terhadap akal. Di mana ia memaksakan akal masuk ke tempat yang tidak mungkin mendapatkan jalan ke sana. (Minhajul Istidlal, dinukil dari Al-’Aqlaniyyun hal. 21)
9. Terdapat hak-hak Tuhan dan manusia lainnya terhadap ilmu yang dimiliki oleh seseorang
Ilmu yang berhubungan dengan hak Tuhan yaitu ilmu untuk diterangkan , sedangkan yang berhubungan dengan hak manusia yaitu untuk mendapatkan manfaat dari ilmu itu. Firman Allah:
        ••             
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S.at-Tahrim:6)
                      
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”(Q.S.at-Taubah:122)
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ اَرَادَ الدَّ نْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَ مَنْ اَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَ مَنْ اَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
“Barangsiapa menghendaki hidup (kebaikan) di dunia maka kepadanya dengan ilmu dan barangsiapa menghendaki kehidupan (baik) di akherat maka dengan ilmu dan barangsiap menghendaki keduanya maka juga dengan ilmu” (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Tujuan pendidikan adalah terbentuknya Insan Kamil
Insan kamil adalah manusia yang faham dan bisa mengaplikasikan hablum minalllah dan hablum minannas. Sehingga mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagimana firman Allah:
 •            •
“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka” (Q.S.al-Baqoroh:201)
Tujuan akhir ini hanya mungkin dapat tercapai bila tahap sebelumnya dapat diterapkan, yaitu menempatkan manusia dalam kehidupannya sebagai pengabdi yang setia kepada Allah. Sebagaimana firman Allah:
      
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu”.(Q.S. Adz-Dzariyaat:56)
Dan juga melalui tahap penempatan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi sesuai dengan fitrah kejadiannya. Firman Allah:
                     •         
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”(Q.S.al-Baqoroh:30)
            ••
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.”(Q.S.Ali Imron:112)
11. Evaluasi oleh diri sendiri dan Tuhan.
Rangkaian akhir dari komponen suatu sistem pendidikan yang penting adalah penilaian (evaluasi). Filsafat pendidikan Islam meyakini bahwa evaluasi suatu pendidikan dilaksanakan oleh pribadi dan Allah.
               
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!” (Q.S. Al-Baqarah: 31)
Proses pendidikan terhadap manusia terjadi pertama kali ketika Allah SWT selesai menciptakan Nabi Adam as, lalu Allah SWT mengumpulkan tiga golongan makhluk yang diciptakan-Nya untuk diadakan Proses Belajar Mengajar (PBM). Tiga golongan mahluk ciptaan Allah dimaksud yaitu Jin, Malaikat, dan Manusia (Adam as) sebagai ‘peserta didik’, sedangkan Allah SWT bertindak sebagai ‘pendidik’. Setelah selesai PBM maka Allah SWT mengadakan evaluasi kepada seluruh jin, malaikat, dan manusia dengan cara bertanya dan menyuruh menjelaskan seluruh materi pelajaran yang diberikan.

Perbedaan filsafat pendidikan islam dengan filsafat pendidikan barat

Filsafat Pendidikan Islam
Perbedaan filsafat pendidikan islam dengan filsafat pendidikan barat
filsafat pendidikan islam
 Sifatnya theosentris(berkisar&berpusat sekitar Tuhan), artinya bahwa kita belajar atau mengajar itu harus lillahi ta’ala dengan niat yang ikhlas dengan kata lain thalabul ilmi lil’ibadah yang mana implikasinya adalah surga dan neraka.Dalam filsafat pendidikan islam ini dipercayai adanya barokah.

 Berdasarkan al qur’an, hadits dan pemikiran ulama yang didasarkan pada al qur’an dan hadits

 Meyakini adanya yang ghoib: bukan hanya sekedar mengajarkan yang ghoib, tetapi juga bagaimana cara meyakininya, begitu juga pengontekan materi yang tidak ghoib dengan dengan nilai-nilai ghaibiyah Nya (nilai-nilai ke Esaan Allah).

 Belajar mengajar adalah sama dengan ibadah dan selalu dikaitkan dengan pengabdian kepada Allah. Belajar haruslah jisman, ruhan dan doa. Dengan kata lain dia adalah orang yang benar-benar hidmad dalam beribadah kepada Allah.

 Meyakini adanya kehidupan sebelum dan sesudah mati. Belajar tidak hanya untuk kehidupan ketika hidup saja, tetapi juga untuk kehidupan sesudah mati.

 Di dalam pendidikan terdapat pahala dan dosa

 Akal dan ilmu manusia terbatas dan yang tidak terbatas adalah Ilmunya Allah. Akal dan ilmu manusia bisa berkembang tetapi tetap ada batasnya.

 Akal dan ilmu terikat oleh norma dan nilai.

 Terdapat hak-hak Tuhan dan manusia lain atas ilmu yang dimiliki seseorang. Ilmu yang berhubungan dengan hak Tuhan yaitu ilmu untuk diterangkan , sedangkan yang berhubungan dengan hak manusia yaitu untuk mendapatkan manfaat dari ilmu itu.

 Tujuan pendidikan adalah terbentuknya insan Kamil. Yaitu manusia yang faham dan bisa mengaplikasikan hablum minalllah dan hablum minannas. Sehingga mendapatkan kebahagiaan di dunia dan diakhirat.

 Evaluasi oleh diri sendiri dan Tuhan.
حاسبوا قبل ان تحاسبوا  Sifatnya apolosentris (berkisar&berpusat kepada manusia),implementasinya adalah keduniawian.

filsafat pendidikan barat

 Berdasarkan pemikiran manusia dari generasi ke generasi. Hal ini dapat dilihat dari salah satu pemikiran Belmet tentang klarifikasi pemikiran yang ada 4, yaitu:
a. Perenialisme, yaitu pemikiran pada zaman klasik.
b. Esensialisme, yaitu pendidikan lebih baik seperti pada abad pertengahan.
c. Pragmatisisme,yaitu pemikiran ya ng baik adalah pada zaman modern.
d. Rekontruksialisme, yaitu semua pemikiran terdahulu adalah salah, yang baik adalah yag terbaru.

 Positivistik, yang ada dan yang benar adalah yang dapat diamati oleh panca indera.

 Belajar mengajar tidak ada hubungannya dengan Tuhan dan agama, tetapi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kewajiban sosial.

 Tidak membahas kehidupan sebelum dan sesudah mati. Pendidikan hanya untuk kepentingan hidup di dunia saja.

 Tidak dikaitkan dengan pahala dan dosa tetapi hanya berkisar tentang honorium.

 Akal manusia tidak terbatas, bahkan manusia dapat mencapai tingkat setinggi-tingginya.

 Akal dan ilmu bebas nilai.

 Tidak membahas hak Tuhan, paling tinggi pendidikan didasarkan pada kemanusiaan.

 Tujuan pendidikan agar manusia dapat hidup baik, sejahtera dan bahagia di dunia.

 Evaluasi diakhir pendidikan saja

Alat Pendidikan

A. Definisi Alat Pendidikan dan Alat Pendidikan Islam
Sebelum membahas apa itu alat pendidikan, terlebih dahulu penulis ingin menegaskan bahwa yang penulis maksudkan dengan alat pendidikan disini adalah media pembelajaran. Kebanyakan para ahli pendidikan membedakan antara media dan alat, namun kedua istilah tersebut juga digunakan saling bergantian. Perbedaan antara media dengan alat terletak pada fungsi, bukan pada substansinya. Sumber belajar dikatakan alat peraga jika hal tersebut fungsinya hanya sebagai alat bantu saja. Sumber belajar dikatakan media jika hal itu merupakan bagian yang integral dari seluruh kegiatan belajar.
Media secara bahasa memiliki arti perantara atau pengantar. Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Sedangkan proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi yaitu guru (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan), dan tujuan pembelajaran.
Secara istilah Media adalah sesuatu yang bersifat meyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Sedangkan media pendidikan adalah seperangkat alat bantu ataupun segala sesuatu yang digunakan oleh pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan peserta didik.
Media pendidikan Islam adalah semua aktivitas yang ada hubungannya dengan materi pendidikan Islam, baik yang berupa alat yang dapat diragakan oleh pendidik pendidikan Islam dalam rangka mencapai tujuan tertentu dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Penggunaan media bukan sekedar upaya untuk membantu pendidik dalam mengajar, tetapi lebih daripada itu sebagai usaha yang ditujukan untuk memudahkan peserta didik dalam mempelajari materi pembelajaran.

B. Jenis Media
Rudi Bretz (1977) mengklasifikasi media menjadi delapan, yaitu Media audio visual gerak, Media audio visual diam, Media audio semi gerak, Media visual gerak, Media visual diam, Media visual semi gerak, Media audio, dan Media cetak.
Menurut Oemar Hamalik (1985: 63) ada empat klasifikasi media pengajaran, yaitu Visual, Audio, Audio Visual, serta Dramatisasi, bermain peran, sosiodrama, sandiwara boneka, dan sebagainya.
Di samping itu para ahli media lainnya juga membagi jenis-jenis media pengajaran itu kepada Media asli dan tiruan, Media bentuk papan, Media bagan dan grafis, Media proyeksi, Media dengar (audio), dan Media cetak dan printed materials.
Briggs mengidentifikasi macam-macam media pembelajaran menjadi Objek, Model, Suara langsung, Rekaman audio, Media Cetak, Pembelajaran terprogram, Papan tulis, Media transparansi, serta Film bingkai, film, televisi, dan gambar.
Sedangkan Gegne membuat tujuh macam pengelompokan media yaitu Benda untuk didemonstrasikan, Komunikasi lisan, Gambar cetak, Gambar diam, Gambar gerak, Film bersuara, dan Mesin belajar.
Wilbur Scharmm (1977), memandang media dari segi kerumitan dan besarnya biaya. Dia membedakan antara media rumit dan mahal serta media sederhana dan murah. Schramm juga mengelompokkan menurut daya liputnya yaitu (1) liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan faksimile; (2) liputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster audio tape; (3) media untuk relajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer. Selain itu ia juga membagi media menurut kontrol pemakaiannya dalam pengertian probabilitasnya dan kesesuaiannya uintuk di rumah, kesiapan pemakaiannya setiap saat diperlukan, cepat atau tidaknya dalam penyampaian dan dapat dikontrol, kesesuaiannya untuk belajar mandiri, dan kemampuannya untuk memberi umpan balik.
Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi, obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak, dan sajian lisan. Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengaitkan antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain. Allen mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain: info faktual, pengenalan visual, prinsip dan konsep, prosedur, keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; ada tinggi, sedang, dan rendah.
Menurut Gerlach dan Ely, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan kelompok, yaitu benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam, gambar bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi.
Menurut Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi; media tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi, video, komputer.

C. Tujuan Penggunaan Alat
Pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri dimana pendidik dan peserta didik bertukar pikiran untuk mengembangkan ide dan pengertian. Dalam komunikasi sering timbul dan terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya kecenderungan verbalisme, ketidaksiapan peserta didik, kurangnya minat dan kegairahan, dan sebagainya.
Salah satu usaha untuk mengatasi keadaan demikian ialah penggunaan media secara terintegrasi dalam proses belajar mengajar. Media dalam kegiatan tersebut disamping sebagai penyaji stimulus informasi, sikap, dan lain-lain, juga untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi.
Secara umum media pembelajaran digunakan untuk membantu peserta didik dalam memahami materi pembelajaran. Selain itu, ada beberapa tujuan penggunaan media pembelajaran yaitu:
1. Proses belajar mengajar akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi peserta didik
2. Bahan pengajaran akan lebih mudah dipahami dan memungkinkan peserta didik menguasai tujuan pengajaran lebih baik
3. Mengatasi berbagai keterbatasan dan perbedaan pengalaman peserta didik
4. Memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungan
5. Menghasilkan keseragaman pengamatan
6. Menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.

D. Konsep Alat Pendidikan Islam
Media pendidikan Islam adalah semua aktivitas yang ada hubungannya dengan materi pendidikan agama Islam, baik yang berupa alat yang dapat diragakan maupun teknik/metode yang secara efektif dapat digunakan oleh pendidik agama Islam dalam rangka mencapai tujuan tertentu dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Para nabi menyebarkan agama kepada umat manusia dengan menggunakan media perbuatan nabi sendiri, dan dengan jalan memberikan contoh teladan yang bersifat uswatun hasanah. Nabi selalu menunjukkan sifat-sifat yang terpuji. Hal ini diungkapkan dalam al-Qur’an surat al-Ahzab: 21
                 
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”
Melalui suri tauladan atau model perbuatan dan tindakan yang baik oleh seorang pendidik, maka pendidik agama Islam akan dapat menumbuh-kembangkan sifat dan sikap yang baik pula terhadap peserta didik. Istilah uswatun hasanah dapat diidentifikasikan dengan demonstrasi yaitu memberikan contoh dan menunjukkan tentang cara berbuat atau melakukan sesuatu.
Selain itu, semua alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai pendidikan dan pengajaran agama kepada peserta didik juga termasuk sebagai media pendidikan agama. Contoh benda yang merupakan media pendidikan agama adalah papan tulis, buku pelajaran, buletin board, film atau gambar hidup, radio pendidikan, televisi pendidikan, komputer, karyawisata dan lain-lain. Contoh karyawisata (rihlah) yang dapat dipakai sebagai media pengajaran agama adalah kisah Nabi Musa yang berpendidik kepada Nabi Khidir sebagaimana tercantum dalam Q. S. Al-Kahfi: 66-82.
Dalam pemilihan media pengajaran agama selalu diperhatikan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah agama atau sesuatu tindakan atau perbuatan yang dicontohkan oleh Nabi sendiri. Pemilihan media pengajaran agama tersebut disesuaikan dengan tujuan pengajaran agama, bahan atau materi yang akan disampaikan, ketersediaan alat, pribadi pendidik, minat dan kemampuan peserta didik, dan situasi pengajaran yang akan berlangsung.

E. Alat Pendidikan dan Subyek Pendidikan
Dalam menentukan media yang akan digunakan dalam pembelajaran harus pula memperhatikan kebutuhan subyek pendidikan. Yang dimaksud subyek pendidikan disini adalah peserta didik. Seorang pendidik yang akan merancang dan mengembangkan media pembelajar terlebih dahulu harus mengetahui pengetahuan dan keterampilan awal yang dimiliki para peserta didik sebelum mengikuti pelajaran. Dengan penelitian secara cermat tentang pengetahuan awal maupun pengetahuan prasyarat yang dimiliki oleh para peserta didik, maka akan dapat menentukan secara tepat pula pengembangan program media yang dirancang. Penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan pretes dengan menggunakan tes yang sesuai dengan apa yang diinginkan, sehingga pembelajaran yang dirancang dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan subyek pendidikan dalam proses belajar mengajar adalah kesenjangan antara apa yang dimiliki peserta didik dengan apa yang diharapkan. Sebagai contoh, pendidik mengharapkan peserta didik dapat melakukan shalat wajib dengan baik dan sempurna dimana mereka dapat melakukan gerakan-gerakan shalat dengan benar. Setelah menentukan tujuan pembelajaran tersebut, pendidik mengamati keadaan peserta didik sehingga bisa diketahui kebutuhannya. Dalam hal ini bisa terjadi kesenjangan apabila peserta didik diketahui hanya baru dapat melakukan gerakan takbir dan masih banyak kesalahan dalam membaca bacaan shalat. Untuk itu, diperlukan latihan ruku’, i’tidal, sujud, duduk tahiyat, dan gerakan-gerakan lainnya serta bacaan-bacaannya dengan baik dan benar.
Dalam memilih media juga harus disesuaikan dengan taraf berpikir peserta didik sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para peserta didik. Misalnya, menyajikan grafik yang berisi data dan angka atau proporsi dalam bentuk persen bagi peserta didik SD kelas-kelas rendah tidak ada manfaatnya. Mungkin lebih tepat dalam bentuk gambar atau poster. Demikian juga diagram yang menjelaskan alur hubungan suatu konsep atau prinsip hanya bisa dilakukan bagi peserta didik yang telah memiliki kadar berpikir yang tinggi.
Penggunaan media dalam proses pembelajaran tidak bisa dipaksakan sehingga mempersulit tugas pendidik, tapi harus sebaliknya yakni mempermudah pendidik dalam menjelaskan bahan pengajaran. Oleh karena itu media bukan keharusan tetapi sebagai pelengkap jika dirasa perlu untuk mempertinggi kualitas proses belajar mengajar.

PTK

PENGUMPULAN DATA, ANALISIS DATA,
DAN TINDAK LANJUT
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya peningkatan mutu pendidikan haruslah dilakukan dengan menggerakkan seluruh komponen yang menjadi subsistem dalam suatu sistem mutu pendidikan. Mutu pendidikan pada hakikatnya adalah bagaimana kegiatan belajar mengajar berlangsung secara bermutu dan bermakna. Oleh karena itu, upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas harus selalu dilakukan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Suatu penelitian termasuk PTK yang baik dan terpercaya adalah penelitian yang dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah dan metodologi yang sesuai dengan standar ilmiah. Salah satu cara untuk melihat derajat kepercayaan suatu penelitian adalah dengan melihat validitas dan kredibilitas penelitian. PTK yang tergolong bertradisi kualitatif dengan sifatnya yang deskriptif dan naratif memiliki cara-cara tersendiri dalam melakukan validasi dan reliabilitas.
Oleh karena itu, kami pandang perlu untuk mengadakan pembahasan secara terperinci mengenai pengumpulan data, analisis data, dan tindak lanjut dalam PTK.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami hanya membatasi pembahasan kami pada:
– Pengumpulan Data Dalam PTK
– Analisis Data Dalam PTK
– Tindak Lanjut PTK

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas dan untuk memberikan bahan kepada pembaca tentang pengumpulan data, analisis data, dan tindak lanjut dalam Penelitian Tindakan Kelas sebagai wacana mengenai Penelitian Tindakan Kelas.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Data Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Pengumpulan data dalam PTK dilakukan dengan menggunakan instrumen. Instrumen tersebut harus valid dan reliabel. Yang dimaksud valid adalah mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabel adalah konsisten (tepat/akurat). Validitas instrumen PTK mensyaratkan adanya pengakuan dan keyakinan seluruh anggota kelompok penelitian tindakan bahwa alat yang digunakan dalam PTK itu layak digunakan. Hal ini disebut dengan practical validity atau validitas praktis.
Strategi yang bisa digunakan dalam meningkatkan validitas menurut Lather (dalam Priyono, 2000: 11) meliputi empat langkah, yaitu:
a. Face validity (validitas muka). Setiap anggota kelompok action research saling mengecek, menilai, dan memutuskan validitas suatu instrumen dan data dalam proses kolaborasi dan action research.
b. Triangulation (triangulasi), menggunakan berbagai sumber data untuk meningkatkan kualitas penilaian. Triangulasi juga bisa berarti suatu cara untuk mendapatkan keakuratan data dengan menggunakan berbagai cara agar data yang diperoleh dapat dipercaya kebenarannya.
c. Critical reflection (refleksi kritis). Setiap siklus action dirancang untuk meningkatkan kualitas pemahaman.
d. Catalic validity. Validitas dihasilkan oleh action research dan tergantung pada kemampuan action research sendiri dalam mendorong perubahan.

Berikut ini beberapa macam pengumpulan data yang dapat digunakan dalam PTK:
1. Pengamatan atau Observasi
Observasi sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Ada tiga fase utama dalam melakukan observasi kelas yaitu:
a. Pertemuan perencanaan. Pihak guru sebagai peneliti menyajikan rencana pembelajaran yang akan diterapkan dalam PTK dan pihak pengamat mendiskusikannya.
b. Observasi kelas. Pihak guru dan pengamat melakukan observasi terhadap proses pembelajaran di kelas.
c. Diskusi balikan. Guru bersama pengamat mempelajari hasil observasi dan mendiskusikan langkah-langkah berikutnya.
Adapun teknik untuk melakukan observasi adalah sebagai berikut:
 Observasi Terbuka. Sang pengamat mencatatkan secara langsung segala sesuatu yang terjadi di kelas selengkapnya sehingga urutan-urutan kejadian tercatat semuanya
 Observasi Terfokus. PTK dilakukan sesuai fokus permasalahan yang ingin diteliti.
 Observasi Terstruktur. Penelitian dilakukan terhadap subjek atau objek penelitian yang bersifat terstruktur.
 Observasi Sistematik. Penelitian dilakukan terhadap subjek atau objek penelitian yang bersifat kuantitatif dengan menggunakan skala-skala.
2. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau wawasan. Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Adapun langkah-langkah wawancara adalah sebagai berikut:
a. Persiapan
1) Menyusun petunjuk wawancara
2) Menyusun pertanyaan wawancara
b. Uji Coba Wawancara
Untuk meningkatkan validitas dan reabilitas wawancara sebagai alat pengumpul data, perlu dilakukan uji coba pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun.
c. Pelaksanaan Wawancara
1) Penentuan pihak yang diwawancarai
2) Menentukan dan mengatur waktu dan tempat wawancara
3) Tanya jawab
d. Kegiatan Akhir
Kegiatan ini dilakukan berupa pengecekan dan penilaian terhadap kebenaran, ketepatan dan kelengkapan data atau informasi sebagai hasil wawancara. Di samping itu, juga mengecek apakah ada jawaban yang masih samar-samar dan meragukan.
3. Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner merupakan instrumen di dalam teknik komunikasi tidak langsung. Dengan instrumen ini data yang dapat dihimpun bersifat informatif dengan atau tanpa penjelasan atau interpretasi berupa pendapat, buah pikiran, penilaian, ungkapan perasaan, dan lain-lain. Angket dapat disebut juga sebagai wawancara tertulis.
Dari segi rekonstruksi pertanyaannya, kuesioner dapat dibagi menjadi beberapa bentuk:
a. Kuesioner pertanyaan bebas (tidak berstruktur)
Uraian jawaban kuesioner diserahkan sepenuhnya kepada responden. Untuk membatasi jawaban agar tidak bertele-tele, dapat dilakukan dengan menyediakan ruangan kosong di bawah setiap pertanyaan (item) kuesioner atau angket, dengan harapan responden hanya akan menjawab sesuatu yang penting saja dari aspek yang dipertanyakan.
b. Kuesioner pertanyaan terikat (terstruktur)
1) Kuesioner dengan pertanyaan tertutup
Contoh: Bagaimana pendapat kalian terhadap pembelajaran yang baru berlangsung tadi?
a. sangat baik b. baik c. sedang d. kurang e. sangat kurang
2) Kuesioner dengan pertanyaan terbuka
Contoh: Pembelajaran yang bagaimanakah yang kalian sukai?
(a) Pembelajaran yang menyenangkan
(b) Pembelajaran yang humoris
(c) Pembelajaran yang santai
(d) Pembelajaran yang komunikatif
(e) ……………………………………………
Alternatif (e) dimaksudkan untuk memberikan jawaban sesuai dengan pendapat responden, apabila empat jawaban di atasnya tidak ada yang tepat.
c. Angket dengan jawaban singkat
Angket bentuk ini merupakan gabungan atau kombinasi antara angket tidak berstruktur dengan angket berstruktur. Oleh karena itu, dalam angket bentuk ini ada kebebasan dalam menjawab pertanyaan namun jawaban harus singkat, khusus dan tertentu (terarah).
Adapun langkah-langkah penyusunan angket adalah sebagai berikut:
a) Tahap Persiapan:
(1) Menyusun kisi-kisi kuesioner
(2) Menyusun pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan rincian aspek-aspek atau fokus PTK secara berurutan
(3) Setiap pertanyaan sebaiknya hanya mengandung satu aspek dari gejala di dalam variabel yang diungkapkan
(4) Dalam menyusun pertanyaan kuesioner berstruktur, penyusunan alternatif jawaban harus dilakukan dalam sudut pandang responden
(5) Pertanyaan tidak mengandung kata-kata yang mengandung sugesti yang menggiring responden agar memilih alternatif jawaban tertentu sesuai keinginan peneliti
(6) Pertanyaan tidak mengandung kata-kata yang mendorong responden menjawab secara tidak jujur, menimbulkan rasa takut atau malu karena pertanyaan bersifat mengungkapkan aib responden
(7) Diusahakan ada satu jawaban yang termasuk kategori terbaik (ideal)
(8) Memilih cara menjawab yang paling mudah
(9) Dimulai dari pertanyaan yang sederhana ke pertanyaan yang lebih kompleks
(10) Menggunakan kata-kata yang sopan dan netral
(11) Kuesioner yang sudah siap dianjurkan untuk dikonsultasikan dan didiskusikan dengan teman sejawat
(12) Menyusun “Petunjuk Mengisi Angket”, diletakkan pada bagian atas lembar pertama kuesioner.
b) Tahap Uji Coba Kuesioner
(1) Memeriksa kemungkinan pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas
(2) Memeriksa kemungkinan terdapat kata-kata yang asing
(3) Memeriksa kemungkinan terdapat pertanyaan-pertanyaan yang terlalu dangkal
(4) Memeriksa kemungkinan terdapat pertanyaan yang tidak relevan dengan masalah dan tujuan PTK
c) Penyebaran dan Pengisian Kuesioner
4. Pedoman Pengkajian Data Dokumen
Ada beberapa dokumen yang dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian yang ada relevansinya dengan permasalahan dalam PTK, seperti:
a. silabus dan RPP
b. laporan-laporan diskusi
c. berbagai macam hasil ujian dan tes
d. laporan rapat
e. laporan tugas siswa
f. bagian-bagian dari buku teks yang digunakan dalam pembelajaran
g. contoh essay yang ditulis siswa (Elliot, 1991 dalam Rochiati 2005).
5. Tes
Tes adalah sejumlah pertanyaan yang disampaikan pada seseorang atau sejumlah orang untuk mengungkapkan keadaan aspek psikologis di dalam dirinya. Berkaitan dengan tes sebagai instrumen PTK dapat dibedakan menjadi dua jenis tes, yaitu:
a. Tes Lisan
b. Tes Tertulis, yang terdiri dari dua bentuk:
1) Tes Essay atau Uraian
2) Tes Objektif
6. Rekaman, Foto, Slide, Tape, dan Video
Alat-alat elektronik seperti rekaman, foto, slide, tape, dan video dapat digunakan untuk membantu mendeskripsikan apa yang peneliti catat di catatan lapangan.
7. Catatan Harian
Catatan harian adalah catatan pribadi tentang pengamatan, perasaan, tanggapan, penafsiran, refleksi, firasat, hipotesis, dan penjelasan. Penulisan catatan harian harus mencantumkan tanggal kejadian. Demikian juga dengan hal-hal yang mendetail dari PTK, seperti waktu, pokok bahasan, serta kelas di mana PTK dilaksanakan.
8. Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti atau mitra peneliti yang melakukan observasi terhadap subjek atau objek PTK. Pada umumnya catatan lapangan dibuat dengan tulisan tangan si peneliti, yang hanya dimengerti oleh dirinya saja.

contoh proposal PTK

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATA PELAJARAN FIQIH
SISWA KELAS VII DENGAN MENGGUNAKAN MULTIMEDIA
DI SMPN 1 GONDANG NGANJUK

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi tugas UAS Mata Kuliah
Penelitian Tindakan Kelas

Disusun Oleh :
Siti Qurroti A’yun
D01207214

Dosen Pembimbing:
Achmad Fauzi, M. Pd.

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2009
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sumber media berupa orang saja sebagaimana kebanyakan terjadi pada madrasah kurang efektif digunakan untuk masa sekarang. Dalam pola interaksi ini, guru kelas memegang penuh kendali atas berlangsungnya pengajaran sedangkan siswa cenderung pasif. Hal ini bertentangan dengan kurikulum saat ini (baca: KTSP) yang menuntut siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan baik itu tujuan mata pelajaran maupun tujuan satuan pendidikan. Selain itu, sumber media berupa orang saja membuat suasana kelas menjadi monoton dan tidak menarik bagi siswa. Hal ini kemudian berdampak pada motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan, mutlak diperlukan melaui terobosan-terobosan, mulai dari pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu cara meningkatkan prestasi pendidikan guru dituntut untuk membuat media pembelajaran yang lebih inovatif untuk mendorong siswa belajar lebih optimal baik secara mandiri ataupun di dalam kelas.
Dari hasil pengamatan di SMPN 1 kecamatan Gondang kabupaten Nganjuk ditemukan bahwa pelaksanaan pembelajaran Fiqih masih kurang menggembirakan. Indikatornya antara lain adanya kecenderungan semakin menurunnya tingkat prestasi belajar siswa dan rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran Fiqih. Ini bisa dilihat dari hasil ulangan harian Fiqih siswa kelas VII yang masih menunjukkan kurang menggembirakan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan penulis, sejumlah faktor yang diduga sebagai faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih antara lain adalah:
1. Penggunaan media pembelajaran kurang maksimal sehingga tidak dapat membantu pemahaman siswa sehingga siswa menjadi kurang aktif dan kurang memahami materi.
2. Guru terlalu banyak memberikan penjelasan sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif.
3. Guru kurang memberikan motivasi belajar kepada siswa sebelum pelajaran dimulai sehingga kurang aktif dalam mengikuti pelajaran.
Dari hasil refleksi awal terhadap masalah di atas, penulis berpendapat bahwa untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa terhadap Pendidikan Agama Islam mata pelajaran Fiqih, diperlukan media pembelajaran yang sesuai. Adapun media yang penulis pilih adalah Multimedia. Media pembelajaran Multimedia merupakan penggunaan berbagai jenis media secara bersama dan serempak melalui satu alat saja. Oleh karena itu penulis merumuskan hipotesis tindakan “Media pembelajaran Multimedia dapat meningkatkan hasil belajar PAI mata pelajaran Fiqih siswa kelas VII SMPN 1 Gondang Nganjuk”.
Multimedia adalah salah satu media pembelajaran yang dipandang dapat memberikan pengalaman belajar yang secara langsung berkenaan dengan gambaran-gambaran nyata objek yang disiswai. Sehingga dengan menggunakan multimedia sebagai media pembelajaran Fiqih diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajaran materi Fiqih.
Alasan lain penggunaan Multimedia adalah melihat sistem pendidikan dewasa ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai cara telah dikenalkan serta digunakan dalam proses belajar mengajar (PBM) dengan harapan pengajaran guru akan lebih berkesan dan pembelajaran bagi murid akan lebih bermakna. Sejak beberapa tahun belakangan ini teknologi informasi dan komunikasi telah banyak digunakan dalam proses belajar mengajar, dengan satu tujuan mutu pendidikan akan selangkah lebih maju seiring dengan kemajuan teknologi.
Perkembangan teknologi multimedia telah menjanjikan potensi besar dalam merubah cara seseorang untuk belajar, untuk memperoleh informasi, menyesuaikan informasi dan sebagainya. Multimedia juga menyediakan peluang bagi pendidik untuk mengembangkan teknik pembelajaran sehingga menghasilkan hasil yang maksimal. Demikian juga bagi siswa, dengan multi media diharapkan mereka akan lebih mudah untuk menentukan dengan apa dan bagaimana siswa untuk dapat menyerap informasi secara cepat dan efisien. Sumber informasi tidak lagi terfokus pada teks dari buku sematamata tetapi lebih luas dari itu. Kemampuan teknologi multimedia yang telah terhubung internet akan semakin menambah kemudahan dalam mendapatkan informasi yang diharapkan.
Indikator keberhasilan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah meningkatnya hasil belajar siswa yang diukur melalui pre test dan post test serta proses pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam penelitian ini yang menjadi masalah utama adalah kesulitan siswa kelas VII SMPN 1 Gondang Nganjuk dalam memahami dan menerapkan mata pelajaran PAI mata pelajaran Fiqih sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa atau ketercapaian tujuan pembelajaran. Masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah penggunaaan media pembelajaran Multimedia dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam mata pelajaran Fiqih siswa kelas VII SMPN 1 Gondang Nganjuk?”

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam mata pelajaran Fiqih siswa kelas VII SMPN 1 Gondang Nganjuk melalui media pembelajaran Multimedia.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi guru PAI khususnya dan guru lainnya, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran menggunakan media pembelajaran yang sesuai. Selain itu, dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
2. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap PAI mata pelajaran Fiqih.
3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melakukan upaya-upaya dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar siswa sekolah yang bersangkutan.
4. Bagi Masyarakat, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai ukuran ketercapaian tujuan pembelajaran yang tercermin dari peningkatan kualitas out put sekolah bersangklutan. Dengan ini, masyarakat bisa membedakan antara sekolah yang berkualitas dengan sekolah yang tidak berkualitas.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Hasil Belajar Siswa
Dalam kamus umum bahasa indonesia disebutkan bahwa hasil belajar merupakan sesuatu yang diadakan, dibuat, dijadikan oleh suatu usaha atau dapat juga berarti pendapat atau perolehan atau buah. (Poerwadarminta, 1996: 337). Pendapat lain mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa. (Nana Sudjana, 1989:111). Dimyati dan Moedjiono (1994:4) mengatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu intraksi tindak mengajar atau tindak belajar.
Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana, 2004:22).
Menurut Gagne (1988) ada lima kemampuan hasil belajar yaitu:
1. Keterampilan-keterampilan intelektual, karena keterampilan itu merupakan penampilan yang ditunjukan oleh siswa tentang operasi intelektual yang dapat dilakukannya
2. Penggunaan strategi kognitif, karena siswa perlu menunjukkan penampilan yang baru
3. Berhubungan dengan sikap-sikap yang dapat ditunjukkan oleh perilaku yang mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatan-kegiatan belajar
4. Hasil belajar adalah informasi verbal
5. Keterampilan motorik.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:
1. Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).
Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.
2. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.

B. Media Pembelajaran Multimedia

Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Setiap media pembelajaran yang direncanakan hendaknya dipilih, ditetapkan dan dikembangkan sehingga dapat menimbulkan interaksi siswa dengan pesan-pesan yang dibawa media pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran dapat mempertimbangkan beberapa hal yakni:
• Tujuan yang ingin dicapai
• Karakteristik siswa/sasaran
• Jenis rangsangan belajar yang diinginkan (audio, visual, gerak)
• Keadaan lingkungan setempat
• Luasnya jangkauan yang ingin dilayani
• Kriteria tambahan yaitu biaya, ketepatgunaan, keadaan siswa, ketersediaan,dan mutu teknis
Untuk mengatasi masalah kesulitan siswa dalam memahami dan menerapkan mata pelajaran PAI mata pelajaran Fiqih, dapat dilakukan dengan menggunakan media pembelajaran Multimedia yang merupakan penggunaan berbagai jenis media secara bersama dan serempak melalui satu alat saja.
Media pembelajaran Multimedia adalah penggunaan media baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media secara bersama dan serempak melalui satu alat saja. Media pembelajaran Multimedia diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa sekaligus meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI mata pelajaran Fiqih.
Definisi lain menyebutkan bahwa Media Multimedia adalah kombinasi berbagai macam media (teks, audio, animasi, video, simulasi) dalam suatu paket di mana berbagai media saling bersinergi dalam menyampaikan informasi secara optimal. Interaktivitas multimedia lebih menonjol dibandingkan media lain. Interaktivitas multimedia meliputi interaktivitas mental dan fisik. Multimedia pembelajaran memiliki kecenderungan kuat untuk mendorong pengguna melakukan interaksi dengan komputer.
Karakteristik media di dalam multimedia adalah kurang kuat bila digunakan sebagai media untuk memberikan motivasi, mata cepat lelah ketika harus menyerap materi melalui teks yang panjang dan padat pada layar komputer, teks dapat digunakan untuk menyampaikan informasi yang padat (kondensed), teks dapat digunakan untuk materi yang rumit dan komplek, teknologi untuk menampilkan teks pada layar komputer relatif lebih sederhana dibandingkan teknologi untuk menampilkan media lain, konsekuensinya media ini juga lebih murah bila dibandingkan media-media lain, sangat cocok sebagai media input maupun umpan balik (feedback).
Macam-macam media yang digunakan dalam Multimedia diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Teks
Media ini membantu pembelajar fokus pada materi yang disiswai karena pembelajar cukup mendengarkan tanpa melakukan aktivitas lain yang menuntut konsentrasi, serta sangat cocok bila digunakan sebagai media untuk memberikan motivasi. Akan tetapi media teks di dalam multimedia memerlukan tempat penyimpanan yang besar di dalam komputer, serta memerlukan software dan hardware yang spesifik agar suara dapat disampaikan melalui komputer.

2. Audio
Media audio memudahkan dalam mengidentifikasi obyek-obyek, mengklasifikasikan obyek, mampu menunjukkan hubungan spatial dari suatu obyek, membantu menjelaskan konsep abstrak menjadi konkret
3. Graphics
Media Grafik mampu menunjukkan obyek dengan idea, menjelaskan konsep yang sulit, menjelaskan konsep yang abstrak menjadi konkrit, menunjukkan dengan jelas suatu langkah procedural.
4. Animasi
Media Animasi mampu menunjukkan suatu proses abstrak di mana pengguna ingin melihat pengaruh perubahan suatu variabel terhadap proses tersebut. Namun media Animasi menyediakan suatu tiruan yang bila dilakukan pada peralatan yang sesungguhnya terlalu mahal atau berbahaya (misal simulasi melihat bentuk tegangan listrik dengan simulasi oscilloscope atau melakukan praktek menerbangkan pesawat dengan simulasi penerbangan).
5. Video
Video mungkin saja kehilangan detail dalam pemaparan materi karena siswa harus mampu mengingat detail dari scene ke scene. Umumnya pengguna menganggap belajar melalui video lebih mudah dibandingkan melalui teks sehingga pengguna kurang terdorong untuk lebih aktif di dalam berinteraksi dengan materi. Video memaparkan keadaan riil dari suatu proses, fenomena atau kejadian sehingga dapat memperkaya pemaparan. Video sangat cocok untuk mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau psikomotor.
Penggunaan multimedia dalam pendidikan memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
• Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif
• Pengajar akan selalu dituntut untuk kreatif inovatif dalam mencari terobosan pembelajaran
• Mampu mengabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran
• Mampu menimbulkan rasa senang selama proses PBM berlangsung. Hal ini akan menambah motivasi siswa selama proses PBM hingga didapatkan tujuan pembelajaran yang maksimal
• Mampu memvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterangkan hanya sekedar dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional
• Media penyimpanan yang relatif gampang dan fleksibel
Namun demikian ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam multimedia pendidikan, yaitu:
 Pengoperasian yang mudah dan familer (user frendly)
 Mudah untuk install ke komputer yang akan digunakan oleh pengguna
 Media pembelajaran yang interaktif dan komunikatif
 Sistem pembelajaran yang madiri. Artinya siswa dapat belajar dengan mandiri baik di sekolah maupun di rumah tanpa harus ada bimbingan dari guru
 Sedapat mungkin dengan biaya yang ringan dan terjangkau

C. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Multimedia
Pembelajaran merupakan proses untuk meramu sarana dan prasarana pendidikan untuk mencapai kualitas yang diharapkan. Kualitas lulusan pendidikan sangat ditentukan oleh seberapa jauh guru mampu mengelola dan mengolah segala komponen pendidikan melalui proses belajar mengajar. Artinya keberhasilan pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan seorang guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar sehingga mencapai hasil sesuai dengan apa yang diinginkan pada tujuan pendidikan. Meskipun sarananya lengkap tetapi jika guru tidak mampu mengolah sarana melaluli proses belajar mengajar, maka kualitas pendidikan akan rendah.
Proses belajar mengajar (PBM) seringkali dihadapkan pada materi yang abstrak dan di luar pengalaman siswa sehari-hari, sehingga materi ini menjadi sulit diajarkan guru dan sulit dipahami siswa. Visualisasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengkonkritkan sesuatu yang abstrak. Gambar dua dimensi atau model tiga dimensi adalah visualisasi yang sering dilakukan dalam PBM. Pada era informatika visualisasi berkembang dalam bentuk gambar bergerak (animasi) yang dapat ditambahkan suara (audio).
Sajian audio visual atau lebih dikenal dengan sebutan multimedia menjadikan visualisasi lebih menarik. ICT dalam hal ini komputer dengan dukungan multimedia dapat menyajikan sebuah tampilan berupa teks nonsekuensial, nonlinear, dan multidimensional dengan percabangan tautan dan simpul secara interaktif. Tampilan tersebut akan membuat pengguna (user) lebih leluasa memilih, mensintesa, dan mengelaborasi pengetahuan yang ingin dipahaminya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi multimedia mampu memberi kesan yang besar dalam bidang komunikasi dan pendidikan karena bisa mengintegrasikan teks, grafik, animasi, audio dan video. Multimedia telah mengembangkan proses pengajaran dan pembelajaran ke arah yang lebih dinamik. Namun yang lebih penting ialah pemahaman tentang bagaimana menggunakan teknologi tersebut dengan lebih efektif dan dapat menghasilkan idea-idea untuk pengajaran dan pembelajaran. Pada masa kini, guru perlu mempunyai kemahiran dan keyakinan diri dalam menggunakan teknologi ini dengan cara yang paling berkesan, suasana pengajaran dan pembelajaran yang interaktif, serta lebih menggalakkan komunikasi aktif antara berbagai hal. Penggunaan komputer multimedia dalam proses pengajaran dan pembelajaran adalah dengan tujuan meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran.
Dengan berkembangnya teknologi multimedia, unsur-unsur video, bunyi, teks dan grafik dapat dikemas menjadi satu melalui Pembelajaran Berbasis Komputer (PBK). Sekarang ini, materi proses belajar mengajar telah banyak ditemukan dipasaran yang disediakan dalam bentuk CVD atau DVD. Contoh-contoh yang dapat kita temukan seperti ensiklopedia, kamus elektronik, buku cerita elektronik, materi pembelajaran yang telah dikemas dalam bentuk CD atau DVD dan masih banyak lagi yang dapat kita temui. Konsep permainan dalam pembelajaran digabung untuk menghasilkan pengalaman pembelajaran yang menyenangkan. Model – model ini dapat digunakan dalam pembelajaran di dalam kelas atau pembelajaran sendiri. Bisa juga digunakan untuk pembelajaran di rumah dan di sekolah. Sesi pembelajaran bisa disesuaikan dengan tahap penerimaan dan pemahaman siswa.
Pencapaian dan keberhasilan siswa akan diuji. Jika siswa tidak mencapai tahap yang memuaskan, maka sesi pemulihan akan dilaksanakan. Rekord pencapaian siswa akan disimpan supaya prestasi siswa bisa diawasi. Konsep pembelajaran sendiri dapat dilaksanakan bila informasi tersebut menarik dan memotivasikan siswa untuk terus belajar. Ini dapat dicapai jika materi atau informasi direka dengan baik menggunakan multimedia. Suasana pengajaran dan pembelajaran yang interaktif akan menggalakkan komunikasi berbagai hal (siswa-guru, siswa-siswa, siswa-komputer).
Gabungan berbagai media yang memanfaatkan sepenuhnya indra penglihatan dan pendengaran mampu menarik minat belajar. Namun yang lebih utama ialah pencapaian objektif pengajaran dan pembelajaran dengan berkesan. Harus diingat bahwa teknologi multimedia hanya bertindak sebagai pelengkap, tambahan atau alat bantu kepada guru. Multimedia tidak akan mengambil alih tempat dan tugas guru.
Multimedia adalah sebagai saluran pilihan dalam menyampaikan informasi dengan cara yang lebih berkesan. Komputer hanya digunakan jika dipandang perlu dan merupakan pilihan yang baik. Jikalau terdapat pilihan lain yang lebih berkesan untuk menyampaikan informasi, maka pilihan lain ini bisa digunakan. Hasil belajar secara efektif dengan menggunakan multimedia akan dicapai apabila:
• Guru mengenal keunggulan dan kelemahan dari setiap media teknologi yang dipergunakan. Penggunaan teknologi auditif bukan berarti lebih buruk daripada media audiovisual karena ada beberapa materi pembelajaran yang akan lebih baik ditayangkan dengan mempergunakan teknologi auditif untuk merangsang imajinasi siswa dan melatih kepekaan pendengaran.
• Menentukan pilihan materi yang akan ditayangkan, apakah sesuai dengan penggunaan media auditif, visual, atau audiovisual. Misalnya untuk melatih kepekaan siswa dalam memahami percakapan bahasa inggris, akan lebih baik kalau dipergunakan media auditif. Sementara untuk mengetahui ragam budaya masyarakat berbagai bangsa tentu lebih relevan dengan mempergunakan tayangan audiovisual.
• Menyiapkan skenario tayangan yang tentunya berbeda dengan satuan pelajaran karena disini menyangkut terhadap model tayangan yang akan disajikan sehingga menjadi menarik. Dari sini nantinya akan mampu mengembangkan berbagai aspek kemampuan (potensi) dalam diri siswa. Tidak kalah pentingnya, adalah bagaimana membuat anak tetap fokus kepada tayangan yang disajikan, dan mengukur apa yang telah dilakukan siswa dengan menyiapkan lembar tugas atau quiz yang harus dikerjakan siswa ketika menyaksikan tayangan pembelajaran.
Upaya membuat anak betah belajar di sekolah dengan memanfaatkan teknologi multimedia merupakan kebutuhan, sehingga sekolah tidak lagi menjadi ruangan yang menakutkan dengan berbagai tugas dan ancaman yang justru mengkooptasi kemampuan atau potensi dalam diri siswa. Untuk itu, peran serta masyarakat dan orang tua, komite sekolah merupakan partner yang dapat merencanakan dan memajukan sekolah.
Pemanfaatan teknologi merupakan kebutuhan mutlak dalam dunia pendidikan sehingga sekolah benar-benar menjadi ruang belajar dan tempat siswa mengembangkan kemampuannya secara optimal, dan nantinya mampu berinteraksi ke tengah-tengah masyarakatnya. Lulusan sekolah yang mampu menjadi bagian intergaral peradaban masyarakatnya. Keinginan tersebut tidak mudah dicapai apabila sekolah-sekolah yang ada tidak tanggap untuk melakukan perubahan.

BAB III
RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.
Responden dalam metode kualitatif berkembang terus (snowball) secara bertujuan (purposive) sampai data yang dikumpulkan dianggap memuaskan. Alat pengumpul data atau instrumen penelitian ialah si peneliti sendiri. Jadi peneliti merupakan key instrument, dalam mengumpulkan data si peneliti harus terjun sendiri ke lapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik angket tidak digunakan dalam pengumpulan data.

B. Subjek penelitian
Subjek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas VII SMPN 1 Gondang Nganjuk yang berjumlah 34 orang.

C. Setting penelitian
Penelitian Tindakan Kelas akan dilaksanakan di kelas VII SMPN 1 Gondang Nganjuk.

D. Waktu penelitian
Penelitian Tindakan Kelas direncankan dalam kurun waktu minggu ke-1 bulan Februari sampai dengan minggu ke-3 bulan Maret 2010.

E. Desain penelitian
1. Siklus penelitian
Desain penelitian adalah berupa Peneitian Tindakan Kelas dengan alur kegiatan sebagai berikut:
Siklus I
Refleksi Awal Perencanaan Tindakan I Pelaksanaan Tindakan I Observasi I Refleksi I Evaluasi I
Siklus II
Perencanaan Tindakan II Pelaksanaan Tindakan II Observasi II Refleksi II Evaluasi II
Siklus III
Perencanaan Tindakan III Pelaksanaan Tindakan III Observasi III Refleksi III Evaluasi III
2. Tahapan siklus PTK
a. Refleksi awal
Pada tahap ini dilakukan identifikasi kesulitan siswa kelas VII SMPN 1 Gondang dalam memahami PAI mata pelajaran Fiqih
b. Perencanaan Tindakan
Masalah yang ditemukan akan diatasi dengan melakukan langkah-langkah perencanaan tindakan, yaitu menyusun instrumen penelitian berupa Rencana Program Pembelajaran (RPP), membuat multimedia untuk pembelajaran, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), soal tes, dan lembar observasi.
c. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini dilakukan tindakan berupa pelaksanaan program pembelajaran, pengambilan atau pengumnpulan data hasil soal tes dan lembar observasi. Materi pelajaran pada tahap pelaksanaan tindakan I adalah materi Thaharah, pelaksanaan tindakan II adalah materi Shalat, pelaksanaan tindakan III adalah materi Shalat Jamaah dan Shalat Munfarid.
d. Pengamatan
Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data dan menganalisanya untuk kemudian dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini. Observasi mencakup prosedur perekaman data tentang proses dan hasil implementasi tindakan yang dilakukan. Guru peneliti mengadakan observasi terhadap proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi siswa.

e. Refleksi
Guru peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan PTK pada tiap siklus dan menganalisis serta menarik kesimpulan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan dengan melaksanakan tindakan tertentu. Apakah pembelajaran yang dirancang dengan PTK dapat meningkatkan kualitas pembelajaran atau memperbaiki masalah yang diteliti.

F. Metode pengumpulan data
Valid atau tidaknya suatu penelitian tergantung pada jenis pengumpulan data yang dipergunakan serta pemilihan metode yang tepat sesuai dengan jenis dan sumber data dalam penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode observasi, soal tes, dan data respon siswa.
1. Observasi atau pengamatan
Observasi atau pengamatan adalah penginderaan secara langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau prilaku. Dalam hal ini peneliti mengamati dan mencatat secara langsung untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran PAI mata pelajaran Fiqih dengan menggunakan multimedia
2. Test
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengatahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok.
Perangkatan test peneliti ini adalah pre test dan pos test. Pre test diadakan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum pembelajaran dengan multimedia dilaksanakan. Drs. Sumanto, MA mengatakan bahwa pre test digunakan untuk melihat apakah kelompok-kelompok tersebut variable dependent sama atau tidak. Dengan kata lain pre test digunakan untuk melihat kemampuan kedua kelompok sama atau tidak. Dari hasil pre test kemudian ditentukan siswa yang termasuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sedangkan post test digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh atau tidak penggunaan multimedia dalam upaya meningkatkan hasil belajar PAI mata pelajaran Fiqih siswa kelas VII di SMPN 1 Gondang Nganjuk. Test ini dilakukan setelah seluruh materi pelajaran selesai dan bentuk test yang digunakan adalah pilihan ganda (Multiple Choices).
3. Data respon siswa
Data respon siswa terhadap penggunaan multimedia diperoleh dengan menggunakan observasi partisispasi, wawancara, dan dokumentasi terhadap siswa kelas eksperimen setelah mengikuti pembelajaran. Tujuannya untuk mengetahui respon atau komentar siswa terhadap proses pembelajaran yang berlangsung sesuai dengan menggunakan multimedia.

G. Instrumen pengumpulan data
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah lembar laporan hasil observasi, soal tes, dan data respon siswa.

H. Teknis analisis data
Analisis data merupakan teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil kegiatan penelitian tersebut yang termakna dan teruji. Dalam hal ini diperlukan cara-cara tertentu dalam menganalisanya. Dalam penelitian ini, hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik data kualitatif.
1. Analisis statistik deskriptif.
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data kemampuan guru dalam mengelola kelas, data aktifitas peserta didik serta data respon peserta didik dalam penggunaan multimedia dalam pembelajaran dengan pengajaran langsung pada PAI mata pelajaran , adapun analisis tersebut sebagai berikut:
– Analisis data kemampuan guru dalam mengelola kelas.
Data hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan multimedia dianalisis dengan menghitung rata-rata dari nilai beberapa kali pertemuan pada setiap indikator, setelah itu di hitung pula rata-rata dari setiap aspek. Kemudian hasil rata-rata tersebut dikonfirmasikan dengan kriteria sebagai berikut:
no Kriteria Kategori
1
2
3
4 1,00 ≤ nilai < 1,75
1,75 ≤ nilai < 2,50
2,50≤ nilai < 3,25
3,25≤ nilai < 4,00 Tidak baik
Kurang baik
Baik
Sangat baik
– Analisis data aktifitas peserta didik
Data hasil penilaian untuk aktifitas peserta didik selama pembelajaran dianalisis deskriptif dengan menentukan jumlah aktifitas peserta didik aktif dan jumlah aktivitas peserta didik pasif. Jika jumlah rata-rata aktivitas peserta didik aktif lebih besar dari jumlah rata-rata aktivitas peserta didik pasif, maka dalam pembelajaran dengan menggunakan multimedia ini aktifitas peserta didik tergolong aktif.
– Analisis data respon peserta didik
Untuk mengetahui respon peserta didik atau komentar peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran dengan menggunakan multimedia, data respon peserta didik dianalisis dengan menggunakan rumus persentase sebagai berikut:

Untuk mengidentifikasi respon peserta didik atau komentar peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran dengan menggunakan multimedia dengan pengajaran langsung maka respon peserta didik tersebut dikatakan positif apabila paling sedikit 80% peserta didik menjawab "ya" dari jumlah seluruh peserta didik.
2. Analisis statistik data kualitatif.
Data kualitatif diperoleh dari skor tes. Data ini dianalisis untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan multimedia dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran tanpa menggunakan multimedia. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji-t. Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebelum menggunakan uji-t adalah sebagai berikut:
– Uji normalitas
1) menghitung mean(X) dan standar deviasi (a n-1)
2) membuat daftar frekuensi observasi dan observasi ekspektasi
3) menghitung nilai X2 (chi kuadrat)
4) menentukan derajat kebebasan
5) menentukan nilai X2 dari daftar
6) penentuan normalitas
– Uji homogenitas 2 variansi
1) menghitung nilai f
f = Vb
Vk
Keterangan:
Vb: variasi besar
Vk: variasi kecil
2) menentukan derajat kebebasan
db1= n1-1
db2= n2-1
keterangan:
db1: derajat kebebasan pembilang
db2: derajat kebebasan penyebut
n1: ukuran sampel variasi besar
n2: ukuran sampel variasi kecil
3) menentukan nilai f dari daftar
4) menguji homogenitas
– Uji-t bila normalitas dan homogenitas sampel dipenuhi. Bila tidak dipenuhi maka akan menggunakan uji lain.
1) Menentukan hipotesis
2) Mencari deviasi standar gabungan

3) Mencari nilai t
4) Menentukan derajat kebebasan

db= n1+n2-2
5) Menentukan nilai t dari daftar
6) Pengujian hipotesis

DAFTAR PUSTAKA

Asnawir & Basyiruddin Usman. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers Nurgana, Endi. 1985. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV Permadi.
Sumanto. 1995. Metodelogi Penelitian Social dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset
Tim Penulis Sosiologi. 1997. Panduan Belajar. Jakarta: Yudistira

Perencanaan dan Desain Pembelajaran

A. Konsep Umum Perencanaan Dan Desain Pembelajaran PAI
1. Pengertian Perencanaan Pembelajaran PAI
Perencanaan merupakan kegiatan menentukan tujuan dan merumuskan serta mengatur pendayagunaan sumber-sumber daya: informasi, finansial, metode dan waktu yang diikuti dengan pengambilankepustusan serta penjelasannya tentang pencapaian tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program, penentuan metode-metode dan prosedur tertentu dan penentuan jadwal pelaksanaan program.
Menurut Comb dan Harjanto mendifinisikan “Perencanaan pengajaran dalam arti luas adalah suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan murid dan masyarakat”.
Dengan kata lain, perencanaan pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar serta mencapi tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dengan langkah-langkah penyusunan ateri pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan metode dan pendekatan pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan dalam waktu tertentu.
2. Pengertian Desain Pembelajaran PAI
Desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang “perlakuan” berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. Hasil dari pembelajaran ini dapat diamati secara langsung dan dapat diukur secara ilmiah atau benar-benar tersembunyi dan hanya berupa asumsi.
Desain Pembelajaran menurut Istilah dapat didefinisikan:
• Proses untuk menentukan metode pembelajaran apa yang paling baik dilaksanakan agar timbul perubahan pengetahuan dan ketrampilan pada diri pemelajar ke arah yang dikehendaki (Reigeluth)
• Rencana tindakan yang terintegrasi meliputi komponen tujuan, metode dan penilaian untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan (Briggs)
• Proses untuk merinci kondisi untuk belajar, dengan tujuan makro untuk menciptakan strategi dan produk, dan tujuan mikro untuk menghasilkan program pelajaran atau modul (Seels & Richey)
3. Pentingnya Perencanaan Dan Desain Pembelajaran
Menurut Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsudin Makmun, Perencanaan memiliki arti penting sebagai berikut:
o Diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan dengan adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan.
o Dapat dilakukan suatu perkiraan (fore casting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui, mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan, juga tentang hambatan-hambatan dan risiko-risiko yang mungkin dihadapi.
o Memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara terbaik (the best alternatif) atau kesempatan memilih kombinasi cara yang terbaik (the best combination)
o Dilakukan penyusunan skala prioritas, memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya.
o Ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi kinerja usaha atau organisasi, termasuk pendidikan.
4. Fungsi Perencanaan Dan Desain Pembelajaran PAI
Fungsi perencanaan dan desain pembelajaran adalah:
 Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
 Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan.
 Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun murid.
 Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketetapan dan kelambatan kerja.
 Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
 Menghemat waktu, tenaga, alat dan biaya.
 Meningkatkan kemampuan Pembelajar (instruktur, guru, widya iswara, dosen, dan lain-lain)
 Menghasilkan sumber belajar
 Mengembangkan sistem belajar mengajar
 Mengembangkan Organisasi menjadi organisasi belajar.

B. Model-Model Desain Pembelajaran
1. Pengertian Model-Model Desain Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memper-hatikan pola pembelajaran tertentu, hal ini sesuai dengan pendapat Briggs (1978:23) yang menjelaskan model adalah “seperangkat prosedur dan berurutan untuk mewujudkan suatu proses” dengan demikian model pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran sehingga menunjukkan adanya perolehan, penguasaan, hasil, proses atau fungsi belajar bagi si peserta belajar.
2. Macam-Macam Model-Model Desain Pembelajaran PAI
Joyce (2000) mengemukakan ada empat rumpun model pembelajaran yakni; (1) rumpun model interaksi sosial, yang lebih berorientasi pada kemampuan memecahkan berbagai persoalan sosial kemasyarakat. (2) Model pemorosesan informasi, yakni rumpun pembelajaran yang lebih berorientasi pada pengusaan disiiplin ilmu. (3) Model pengembangan pribadi, rumpun model ini lebih berorientasi pada pengembangan kepribadian peserta belajar. Selanjutnya model (4) behaviorism Joyce (2000:28) yakni model yang berorientasi pada perubahan prilaku.
Beberapa model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran pendidikan agama Islam, diantaranya adalah: model classroom meeting, cooperative learning, integrated learning, constructive learning, inquiry learning, dan quantum learning.
3. Perbedaan Model-Model Desain Pembelajaran PAI
a. Model Classroom Meeting
Menurut Glasser dalam Moejiono (1991/1992: 155) sekolah umumnya berhasil membina prilaku ilmiah, meskipun demikian adakalanya sekolah gagal membina kehangatan hubungan antar pribadi. Agar sekolah dapat membina kehangatan hubungan antar pribadi, maka dipersyaratkan; (a) guru memiliki rasa keterlibatan yang mendalam, (b) guru dan siswa harus berani menghadapi realitas, dan berani menolak prilaku yang tidak bertanggung jawab, dan (c) siswa mau belajar cara-cara berprilaku yang lebih baik. Agar siswa dapat membina kehangatan hubungan antara pribadi, guru perlu menggunakan strategi mengajar yang khusus. Karakteristik PAI salah satunya adalah untuk menghantarkan peserta didik agar memiliki kepribadian yang hangat, tegas dan santun. Model pertemuan tatap muka adalah pola belajar mengajar yang dirancang untuk mengembangkan pemahaman diri sendiri, dan rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan kelompok. Strategi mengajar model ini mendorong siswa belajar secara aktif. Kelemahan model ini terletak pada kedalaman dan keluasan pembahasan materi, karena lebih berorientasi pada proses, sedangkan PAI di samping menekankan pada proses tetapi juga menekankan pada penguasan materi, sehingga materi perlu dikaji secara mendalam agar dapat dipahami dan dihayati serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Model Cooperative Learning
Untuk mengem-bangkan kemampuan bekerja sama dan memecahkan masalah dapat menggunakan model cooperative learning. Model ini dikembangakan salah satunya oleh Robert E. Slavin (Johnson, 1990). Model ini membagi siswa dalam kelompok-kelompok diskusi, di mana satu kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang, masing-masing kelompok bertugas menyelesaikan/memecahkan suatu permasalahan yang dipilih.. Beberapa karakteristik pendekatan cooperative learning, antara lain:
1) Individual Accountability, yaitu; bahwa setiap individu di dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, sehingga keberhasilan kelompok sangat ditentu-kan oleh tanggung jawab setiap anggota.
2) Social Skills, meliputi seluruh hidup sosial, kepekaan sosial dan mendidik siswa untuk menumbuhkan pengekangan diri dan pengarahan diri demi kepentingan kelompok. Keterampilan ini mengajarkan siswa untuk belajar memberi dan menerima, mengambil dan menerima tanggung jawab, menghor-mati hak orang lain dan membentuk kesadaran sosial.
3) Positive Interdependence, adalah sifat yang menunjukkan saling keter-gantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif. Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh peran serta anggota kelompok, karena siswa berkolaborasi bukan berkompetensi.
4) Group Processing, proses perolehan jawaban permasalahan dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.
Langkah-langkahnya:
1) Guru merancang pembelajaran, mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran.
2) Dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar observasi kegiatan dalam belajar secara bersama-sama dalam kelompok kecil.
3) Dalam melakukan observasi kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa baik secara individual maupun kelompok, dalam pemahaman materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar.
4) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya.
c. Model Integrated Learning
Hakikat model pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/tema menjadi pengendali di dalam kegiatan belajar sekaligus proses dan isi berbagai disiplin ilmu/mata pelajaran/pokok bahasan secara serempak dibahas. Konsep tersebut sesuai dengan beberapa tokoh yang mengemukakan tentang model pembelajaran terpadu seperti berikut ini:
Rancangan pembelajaran terpadu secara eksplisit merumuskan tujuan pembelajaran. Dampak dari tujuan pengajaran dan pengiringnya secara langsung dapat terlihat dalam rumusan tujuan tersebut. Pada dampak penggiring umumnya, akan membuahkan perubahan dalam perkembangan sikap dan kemampuan berfikir logis, kreatif, prediktif, imajinatif. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996/1997:3)
Ciri-ciri pembelajaran terpadu:
1) Holistik, suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam dalam pembelajaran terpadu dikaji dari beberapa bidang studi/pokok bahasan sekaligus untuk memahami fenomena dari segala sisi.
2) Bermakna, keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari dan diharapkan siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupannya.
3) Aktif, pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan diskoveri inkuiri. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, yang tidak secara langsung dapat memotivasi siswa untuk belajar.
d. Model Constructivist Learning
Model konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri (self-regulation). Dan akhirnya proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya (Bell, 1993:24, Driver & Leach, 1993:104).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam merancang model pembelajaran konstruktivisme adalah:
1) Mengakui adanya konsep awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman sebelumnya.
2) Menekankan pada kemampuan minds-on dan hands-on
3) Mengakui bahwa dalam proses pembelajaran terjadi perubahan konsep-tual
4) Mengakui bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif
5) Mengutamakan terjadikan interaksi sosial
Tahapan model pembelajaran ini, meliputi:

Alur Model Pembelajaran Konstruktivisme
e. Model Inquiry Learning
Model inkuiri dapat dilakukan melalui tujuh langkah yaitu:
1) merumuskan masalah
2) merumuskan hipotesis
3) mendefinisikan istilah (konseptualisasi)
4) mengumpulkan data
5) penyajian dan analisis data
6) menguji hipotesis
7) memulai inkuiri baru. James Bank (dalam Suniti, 2001: 58)
f. Model Quantum Learning
Quantum Learning merupakan pengubahan berbagai interaksi yang ada pada momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar yang efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. (De Potter, 1999:5) Dari kutipan tersebut diperoleh pengertian bahwa pembelajaran quantum merupakan upaya pengorgani-sasian bermacam-macam interaksi yang ada di sekitar momen belajar.
Pembelajaran quantum memiliki banyak unsur yang menjadi faktor pengalaman belajar. Unsur itu dibagi menjadi dua kategori yaitu Konteks dan Isi. Kerangka
Rancangan Pembelajaran Quantum
1) Tumbuhkan minat dengan selalu mengarahkan siswa terhadap pemahaman tentang apa manfaat setiap pelajaran bagi diri siswa
2) Alami: Buatlah pengalaman umum yang dapat di mengerti oleh semua siswa.
3) Namai: Guru harus menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebagai masukan.
4) Demonstrasikan: Sebaiknya guru menyediakan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan apa yang mereka sudah ketahui.
5) Ulangi: Guru harus menunjukkan cara mengulangi materi dan menegas-kan ”Aku Tahu Bahwa Aku Memang Tahu”.
6) Rayakan: Guru harus memberikan pengakuan terhadap setiap penyele-saian, partisipasi dan pemerolehan keterampilan dan pengetahuan siswa.

C. Langkah-Langkah Dalam Menyusun Kompetensi Dasar, Indikator Hasil Belajar, Dan Materi Pelajaran
1. Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar (KD) adalah tujuan akhir untuk setiap unit atau satuan pembelajaran. Rumusan KD menunjukkan secara operasional hasil yang diharapkan dicapai siswa di akhir satu unit pembelajaran. Dengan kata lain, KD adalah kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan yang harus dicapai setelah siswa menyelesaikan suatu jenjang pendidikan untuk satu mata pelajaran.
Rumusan KD seharusnya dibuat dengan kata-kata operasional dan cukup spesifik. KD sebagai tujuan pembelajaran harus secara jelas menunjukkan apa yang dapat dilakukan siswa diakhir satu unit pembelajaran. Rumusan KD yang operasional memungkinkan ketercapaiannya dapat diukur dan diamati melalui indikator yang relevan. Suatu KD hakikatnya adalah suatu pernyataan tentang kompetensi. Ke-operasional-an suatu rumusan KD penting agar mudah dijabarkan dalam indikator-indikator yang akan dijadikan dasar perumusan komponen-komponen yang lain yang terdapat dalam silabus. KD operasional dan KD tak operasional diberi batasan sebagai berikut:
Rumusan Operasional Rumusan Tidak operasional
• Memuat pernyataan tentang suatu kompetensi (apa yang diharapkan dapat didemonstrasikan siswa).
• Menggunakan kata kerja tindakan ranah penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
• Hanya terdiri dari satu kompetensi
• Dapat dicapai dengan satu tahapan kegiatan pembelajaran yang pendek • Memuat lebih dari satu kompetensi.
• Bukan pernyataan tentang kompetensi.
• Menggunakan kata kerja tindakan ranah pengetahuan dan pemahaman.

Pemetaan Kompetensi Dasar
Sebelum menyusun silabus terlebih dahulu dilakukan pemetaan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang diambil dari standar isi untuk membantu guru mengelompokkan dan mengurutkan kompetensi dasar (KD) yang akan disajikan kepada peserta didik.
Pemetaan ialah penyusunan kompetensi dasar (KD) yang memiliki krasteristik dan aspek yang sama untuk dikelompokkan dan diurutkan dalam satu semester serta menentukan jenis penilaian bagi masing-masing Kompetensi Dasar. Tujuan melakukan pemetaan adalah menselaraskan dan mengurutkan KD dengan menyesuaian aspek kompetensi sehingga materi ajar saling mempunyai keterkaitan.
Pemetaan dilakukan dari KD yang terdapat dalam standar isi pada satuan pendidikan menurut bidang studi masing-masing. KD disusun secara berurutan sesuai dengan keterkaitan karakteristik dan aspek yang dimiliki masing-masing kompetensi. Apabila urutan KD yang terdapat dalam standar isi sudah dikaji dan dianalisa ternyata sudah sesuai dengan urutan menurut aspek dan krakteristiknya sehingga tinggal menentukan penilaian sesuai indikator masing-masing KD. Berikut ini langkah-langkah pemetaan:
a. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum dalam standar isi dengan meperhatikan hal-hal berikut :
1) Di antara KD mempunyai hubungan fungsional, seperti bidang studi pendidikan agama Islam dalam aspek fiqih KD tentang ketentuan thaharah (bersuci) mempunyai hubungan dekat dengan KD tentang tatacara shalat
2) Mengurutkan KD dengan mendahulukan KD yang menurut perkiraan lebih mudah dilakukan peserta didik
3) Menyusun urutan KD perlu memperhatikan dukungan sarana dan prasarana penunjang dengan mendahulukan KD yang lebih mendapat dukungan sarana dan prasarana
b. Mengurutkan KD berdasarkan aspek dan krakteristiknya
c. Menetapkan jenis penilaian bagi masing-masing KD
2. Indikator
Indikator adalah penanda ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indikator dijabarkan oleh guru atas dasar analisis terhadap KD yang telah disusun oleh Badan Standart Nasional Pendidikan maupun Peraturan Menteri Agama. Indikator pembelajaran adalah karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda, perbuatan atau respon yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa, untuk menunjukkan siswa tersebut telah menguasai kompetensi dasar tertentu. Indikator merupakan kompetensi dasar yang lebih spesifik. Apabila serangkaian indikator dalam satu kompetensi dasar sudah dapat dicapai oleh siswa, berarti target kompetensi dasar tersebut sudah terpenuhi. Berikut mekanisme pengembangan indikator:
a. Menganalisis tingkat kompetensi dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini diperlukan untuk memenuhi tuntutan minimal kompetensi yang dijadikan standar secara nasional. Sekolah dapat mengembangkan indikator melebihi standar minimal tersebut. Tingkat kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja operasional yang digunakan dalam SK dan KD.
b. Menganalisis karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah
Pengembangan indikator mempertimbangkan karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah karena indikator menjadi acuan dalam penilaian. Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005, karakteristik penilaian kelompok mata pelajaran adalah sebagai berikut.
Kelompok Mata Pelajaran Mata Pelajaran Aspek yang Dinilai
Agama dan Akhlak Mulia Pendidikan Agama Afektif dan Kognitif
Kewarganegaraan dan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan Afektif dan Kognitif
Jasmani Olahraga dan Kesehatan Penjas Orkes Psikomotorik, Afektif, dan Kognitif
Estetika Seni Budaya Afektif dan Psikomotorik
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Matematika, IPA, IPS
Bahasa, dan TIK. Afektif, Kognitif, dan/atau Psikomotorik sesuai karakter mata pelajaran
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dari mata pelajaran lainnya. Perbedaan ini menjadi pertimbangan penting dalam mengembangkan indikator.
c. Menganalisis kebutuhan dan potensi
Kebutuhan dan potensi peserta didik, sekolah dan daerah perlu dianalisis untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan indikator. Penyelenggaraan pendidikan seharusnya dapat melayani kebutuhan peserta didik, lingkungan, serta mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Peserta didik mendapatkan pendidikan sesuai dengan potensi dan kecepatan belajarnya, termasuk tingkat potensi yang diraihnya.
Dalam merumuskan indikator perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi tiga indikator
b. Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam SK dan KD. Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik.
c. Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hirarki kompetensi.
d. Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua aspek, yaitu tingkat kompetensi dan materi pembelajaran.
e. Indikator harus dapat mengakomodir karakteristik mata pelajaran sehingga menggunakan kata kerja operasional yang sesuai.
Prinsip pengembangan indikator adalah Urgensi, Kontinuitas, Relevansi dan Kontekstual. Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan tanda-tanda, perilaku, dan lain-lain untuk pencapaian kompetensi yang merupakan kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten.
3. Materi Pelajaran
Materi pelajaran adalah bagian dari struktur keilmuan suatu bahan kajian yang dapat berupa pengertian konseptual, gugus isi atu konteks, proses, bidang ajar, dan ketrampilan. Pokok bahasan memuat materi pembelajaran yang merupakan bahan untuk mencapai KD yang ditargetkan. Bahan pembelajaran ini harus benar-benar dapat menghantarkan tercapainya KD yang telah ditentukan. Mengidentifikasi materi pokok/ pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:
a. Potensi peserta didik;
b. Relevansi dengan karakteristik daerah;
c. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik;
d. Kebermanfaatan bagi peserta didik;
e. Struktur keilmuan;
f. Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
g. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan;
h. Alokasi waktu.

D. Pemilihan Metode, Media Dan Alat Evaluasi
1. Pemilihan Metode
Menurut Nana Sujana, metode mengajar adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Variabel metode pembelajaran diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu:
a. Strategi pengorganisasian (Organizational srategy)
Strategi pengorganisasian adalah metode untuk mengorganisasi isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. Mengorganisasi mengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lain-lain yang setingkat dengan itu. Strategi pengorganisasian PAI adalah suatu metode untuk mengorganisasi isi bidang studi PAI yang pilih untuk pembelajaran.
b. Strategi penyampaian (Delivery strategy)
Strategi penyampaian adalah metode untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik dan atau menerima serta merespon masukan yang berasal dari peserta didik. Sumber belajar merupakan bidang kajian utama dari strategi ini. Strategi penyampaian pembelajaran PAI adalah metode-metode penyampaian pembelajaran PAI yang dikembangkan untuk membuat siswa dapat merespon dan menerima pelajaran PAI dengan mudah, cepat, dan menyenangkan. Strategi penyampaian ini berfungsi sebagai penyampai isi pembelajaran kepada peserta didik dan menyediakan informasi yang diperlukan peserta didik untuk menampilkan unjuk kerja (hasil kerja).
c. Strategi pengelolaan (management strategy).
Strategi pengelolaan adalah metode untuk menata interaksi antara peserta didik dan variabel metode pembelajaran yang lain. Variabel strategi pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran dibedakan menjadi strategi pengorganisasian pada tingkat makro dan mikro.
2. Pemilihan Media
Pemilihan media pembelajaran PAI sekurang-kurangnya dapat mempertimbangkan beberapa hal yakni kecermatan representatif, tingkat interaktif yang mampu ditimbulkan, tingkat kemampuan khusus yang dimilikinya, serta tingkat motivasi yang mampu ditimbulkannya dan tingkat biaya yang diperlukannya.
Interaksi peserta didik dengan media berarti bagaimana peran media pembelajaran dalam merangsang kegiatan belajar peserta didik. Setiap media pembelajaran PAI yang direncanakan hendaknya dipilih, ditetapkan dan dikembangkan sehingga dapat menimbulkan interaksi peserta didik dengan pesan-pesan yang dibawa media pembelajaran.
Strategi pengelolaan pembelajaran adalah metode untuk menata interaksi antara peserta didik dengan komponen-komponen metode pembelajaran lain, seperti pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat ditinjau dari segi ilmu, seni dan atau keterampilan yang digunakan pendidikan dalam upaya membantu (memotivasi, membimbing, membelajarkan, memfasilisasi) peserta didik.
3. Pemilhan Alat Evaluasi
Dalam hasil pembelajaran PAI adalah mencakup semua akibat yang dapat dijadikan indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran PAI di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Hasil pembelajaran PAI dapat berupa hasil nyata (actual out-come) dan hasil yang diinginkan (desired out-come). Actual out-come adalah hasil belajar PAI yang dicapai peserta didik secara nyata karena digunakannya suatu metode pembelajaran PAI tertentu yang dikembangkan sesuai dengan kondisi yang ada. Sedangkan desired out-come merupakan tujuan yang ingin dicapai yang biasanya sering mempengaruhi keputusan perancang pembelajaran PAI dalam melakukan pilihan suatu metode pembelajaran yang paling baik untuk digunakan sesuai dengan kondisi pembelajaran yang ada. Indikator keberhasilan pembelajaran PAI dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
a. Keefektifan
Pembelajaran dikatakan efektif jika pembelajaran tersebut mampu memberikan atau menambah informasi atau pengetahuan baru bagi siswa. Adapun keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan kriteria:
1) Kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku yang dipelajari
2) Kecepatan unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar
3) Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang harus ditempuh
4) Kuantitas unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar
5) Kualitas hasil akhir yang dapat dicapai
6) Tingkat alih belajar
7) Tingkat retensi belajar
b. Efisiensi
Pembelajaran yang efisien adalah pembelajaran yang menyenangkan, menggairahkan dan mampu memberikan motivasi bagi siswa dalam belajar8
c. Daya Tarik
Daya tarik yang dimaksud dalam hal ini adalah pembelajaran itu diukur dengan mengamati kecendurungan peserta didik untuk berkeinginan terus belajar.

E. Kalender Pendidikan
Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun ajaran. Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.
a. Alokasi Waktu
Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri. Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.
b. Penetapan Kalender Pendidikan
Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah Tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus. Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menetapkan hari libur serentak untuk satuan-satuan pendidikan. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu pada dokumen Standar Isi dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah.

Teknik pembelajaran Jigsaw

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah dan strategi yang kurang tepat dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar di kelas dilakukan secara monoton. Pembelajaran yang demikian disebut sebagai pembelajaran konvensional. Pembelajaran tersebut mengakibatkan banyak siswa menjadi bosan atau tidak nyaman dalam proses belajar mengajar di kelas, sehingga hasil belajar siswa berakhir dengan tidak tuntas.
Dari fenomena seperti kenyataan di atas, pihak ahli pendidikan melakukan berbagai uji coba penerapan model pembelajaran. Beberapa percobaan dilakukan menunjukkan hasil yang memuaskan dalam peningkatan hasil belajar, sehingga percobaan berbagai model pembelajaran terus ditingkatkan.
Dalam dekade terakhir ini, para ahli pendidikan mengembangkan model pembelajaran dan berhasil mendorong minat siswa dalam kerja sama yang diterapkan di kelas. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif. Tipe model pembelajaran kooperatif yang akan dijelaskan dalam makalah ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang dikembangkan dan diujicobakan pertama kali oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik ini kemudian dikembangkan oleh Aronson sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.

B. Rumusan Masalah
Oleh karena pembahasan mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini sangat luas maka kami hanya membatasi pembahasan makalah ini pada masalah:
1. Deskripsi Tentang Model Pembelajaran Jigsaw
2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Jigsaw
3. Pembagian Peran Dalam Model Pembelajaran Jigsaw
4. Materi Belajar Yang Bisa Menggunakan Model Pembelajaran Jigsaw

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui deskripsi tentang model pembelajaran Jigsaw, langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw, pembagian peran dalam model pembelajaran Jigsaw, serta materi belajar yang bisa menggunakan model pembelajaran Jigsaw.
2. Memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Kelas

BAB II
PEMBAHASAN

A. Deskripsi Tentang Model Pembelajaran Jigsaw
Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian Model pembelajaran Jigsaw. Model pembelajaran Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. (Arends,2007)
Pendapat lain mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif di mana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggungjawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus di pelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. (Arends, 2007)
Dapat disimpulkan bahwa metode Jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif dimana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan dari Jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, keterampilan belajar koopenatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.
Model pembelajaran Jigsaw menggunakan teknik “pertukaran dari kelompok ke kelompok“ (group-to-group exchange) dimana setiap peserta didik mengajarkan sesuatu kepada peserta didik yang lainnya. Dalam proses pengajaran itu terjadi diskusi. Dalam diskusi pasti ditemukan beberapa perbedaan pendapat yang dikarenakan oleh perbedaan pemahaman atas materi yang dipelajari oleh masing-masing peserta didik. Oleh karena itu, Setiap kali seorang peserta didik mengajarkan sesuatu kepada yang lainnya berdasarkan apa yang telah dipelajarinya, akan terjadi timbal balik dari pihak pembelajar berdasarkan materi yang dipelajarinya pula.
Dalam model pembelajaran Jigsaw akan terjadi kombinasi antara materi yang disampaikan peserta didik selaku pengajar dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain selaku pembelajar. Dari sini dapat dibuat sebuah kumpulan pengetahuan yang bertalian. (Melvin L. silberman, active learning, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007)
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pada model pembelajaran Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997):
Gambar. Ilustrasi Kelompok Jigsaw

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Model pembelajaran Jigsaw mempunyai kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihannya adalah sebagai berikut:
1. Melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain. (Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 200delapan).
2. Meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
3. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompok yang lain.
4. Siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan“. (Lie, A, 1994).
5. Melatih peserta didik agar terbiasa berdiskusi dan bertanggungjawab secara individu untuk membantu memahamkan tentang suatu materi pokok kepada teman sekelasnya. (Ismail SM,M.Ag, Strategi pembelajaran agama islam berbasis PAIKEM, Semarang: RaSAIL Media Group, 200delapan)
Pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan model pembelajaran Jigsaw tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa oleh karena adanya beberapa hal yang menghambat proses kegiatan belajar mengajar. Disinilah letak kekurangan model pembelajaran Jigsaw. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran dalam penerapan model pembelajaran Jigsaw diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran model Jigsaw.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas sedangkan yang lain hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran model Jigsaw.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

B. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Jigsaw
Model pembelajaran Jigsaw merupakan suatu pembelajaran yang dirancang oleh guru, dimana siswa belajar secara kelompok kecil, yang terbagi atas kelompok asal dan kelompok ahli (Counterpart Group), dengan tujuan setiap siswa mengetahui dengan benar materi yang dipelajari bersama, dengan langkah-langkah tertentu. Perlu diperhatikan bahwa dalam menggunakan Jigsaw perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Adapun langkah-langkah Model pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok. Jumlah anggota kelompok menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Kelompok ini disebut kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji).
2. Setiap siswa anggota kelompok asal diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut.
3. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG).
4. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.
Berikut ini contoh penerapannya:
Misalnya suatu kelas terdiri dari empat puluh siswa dan lima bagian materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Maka dari empat puluh siswa akan terdapat lima kelompok ahli yang beranggotakan delapan siswa dan delapan kelompok asal yang terdiri dari lima siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.

Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw

5. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
6. Guru memberikan evaluasi

C. Pembagian Peran Dalam Model Pembelajaran Jigsaw
Dalam model pembelajaran Jigsaw, guru berperan sebagai fasilitator baik itu fasilitator kelompok asal maupun fasilitator kelompok ahli. Sedangkan siswa menjalani dua peran yaitu sebagai peneliti dan pengajar.
1. Siswa sebagai peneliti
Ketika seorang siswa berperan sebagai peneliti atau pencari jawaban atas materi yang telah dibagi, siswa tersebut akan tergabung dengan kelompok ahli. Dalam kelompok ahli ini, siswa yang mempunyai materi yang sama saling bertukar pendapat terhadap materi yang dipelajari. Kelompok ahli yang diisi oleh siswa dari kelompok asal ini akan mempelajari lebih dalam terhadap materi yang telah ditentukan. Semua anggota kelompok ahli diharuskan untuk menyampaikan pemahamannya terhadap materi sehingga anggota kelompok ahli yang lain dapat memiliki tambahan pemahaman. Dan pemahaman inilah yang dijadikan sebagai bekal oleh setiap siswa untuk menjalankan perannya yang kedua yakni peran sebagai pengajar.

2. Siswa sebagai pengajar
Setelah siswa berdiskusi di kelompok ahli, siswa akan menjalankan perannya yang kedua yaitu menjadi orang yang mengajarkan. Setiap anggota dari kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal. Kelompok asal inilah yang biasanya disebut kelompok Jigsaw. Dalam kelompok asal, setiap siswa akan memberi pemahaman materi sesuai dengan yang telah didiskusikan dalam kelompok ahli kepada anggota lain dalam kelompok Jigsaw. Hal tersebut dilakukan secara bergantian sampai materi yang dipelajari semuanya telah dijelaskan.

D. Materi Belajar Yang Bisa Menggunakan Model Pembelajaran Jigsaw
Tidak semua materi suatu mata pelajaran dapat menggunakan model pembelajaran Jigsaw. Model pembelajaran Jigsaw ini dapat digunakan apabila:
1. Materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
2. Materi yang akan dipelajari tidak mengharuskan urutan penyampaian.
Adapun materi Pendidikan Agama Islam yang bisa menggunakan model pembelajaran Jigsaw ini adalah semua aspek mata pelajaran PAI yakni Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, dan SKI.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning khususnya tipe Jigsaw dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

BAB III
KESIMPULAN

A. Deskripsi Tentang Model Pembelajaran Jigsaw
Metode Jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif dimana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan dari Jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, keterampilan belajar koopenatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.
Pada model pembelajaran Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Model pembelajaran Jigsaw mempunyai kelebihan dan kekurangan.

B. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Jigsaw
Langkah-langkah Model pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok. Jumlah anggota kelompok menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Kelompok ini disebut kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji).
2. Setiap siswa anggota kelompok asal diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut.
3. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG).
4. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.
5. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
6. Guru memberikan evaluasi

E. Pembagian Peran Dalam Model Pembelajaran Jigsaw
Dalam model pembelajaran Jigsaw, guru berperan sebagai fasilitator baik itu fasilitator kelompok asal maupun fasilitator kelompok ahli. Sedangkan siswa menjalani dua peran yaitu sebagai peneliti dan pengajar.

F. Materi Belajar Yang Bisa Menggunakan Model Pembelajaran Jigsaw
Tidak semua materi suatu mata pelajaran dapat menggunakan model pembelajaran Jigsaw. Model pembelajaran Jigsaw ini dapat digunakan apabila:
1. Materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
2. Materi yang akan dipelajari tidak mengharuskan urutan penyampaian.

Previous Older Entries