Refleksi Maulid Nabi


st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
<!– /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:””; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; text-align:right; mso-pagination:widow-orphan; direction:rtl; unicode-bidi:embed; font-size:12.0pt; font-family:”Times New Roman”; mso-fareast-font-family:”Times New Roman”;} @page Section1 {size:595.3pt 841.9pt; margin:1.0in 89.85pt 1.0in 89.85pt; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0; mso-gutter-direction:rtl;} div.Section1 {page:Section1;} –>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”;
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}

Refleksi Perayaan

Maulid Nabi Muhammad saw.

A’yun El-Falasy

Peringatan Maulid Nabi sudah menjadi tradisi yang mengakar kuat dalam kehidupan keberagamaan umat islam Indonesia. Perayaan ini biasanya dirayakan dengan acara-acara yang variatif, mulai dari yang paling sederhana sampai pada yang elitis sekali. Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah sudah di hapal di luar kepala oleh anak-anak. Itulah hari kelahiran Nabi saw. yang kemudian disebut sebagai Maulid Nabi Muhammad saw. atau terkadang maulud saja. Masyarakat muslim Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi. pembacaan syair Barzanji dan juga pengajian. Acara muludan biasanya juga dirayakan dengan permainan gamelan Sekaten. Asal dari istilah Sekaten adalah Syahadatain yang oleh lidah Jawa diucapkan menjadi Sekaten. Syahadatain ini adalah sebutan lain dari perayaan Maulid Nabi. Pasalnya, dulu wali songo memanfaatkan perayaan Maulid Nabi untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik, salah satunya meminta masyarakat mengucapkan Syahadatain sebagai pertanda memeluk Islam. Sebelum menabuh dua gamelan Sekaten, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat, terlebih dulu harus memasuki pintu gerbang “pengampunan” yang disebut gapura (dari Bahasa Arab Ghafura, artinya Dia mengampuni). Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Tak hanya muslim Indonesia, masyarakat muslim Sunni dan Syi’ah di dunia pun juga merayakan Maulid Nabi. Muslim Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabi’ul Awal sedangkan muslim Syi’ah merayakannya tanggal 17 Rabi’ul Awal, sekaligus merayakan hari lahirnya Imam Syi’ah yang keenam, yaitu Imam Ja’far ash-Shadiq.

Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad saw. wafat. Diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Ibril, di Irak, pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Adapula yang berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi merupakan ide Salahuddin. Tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara Salib Eropa pada musim Perang Salib atau The Crusade. Saat itu umat Islam kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Melihat hal itu, Salahuddin berupaya untuk membakar kembali semangat umat Islam dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi Muhammad saw.

Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw. dirayakan secara massal. Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh Ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja’far al-Barzanji. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul “Iqd Al-Jawahir’ (artinya kalung permata). Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya. Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerussalem direbut kembali oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali.

Namun dalam hal ini Salahuddin ditentang oleh para Ulama sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Kaum Ulama yang berpaham Salafiyah dan Wahhabi, umumnya tidak merayakannya karena menganggap perayaan Maulid Nabi merupakan sebuah bid’ah, yaitu kegiatan yang yang bukan merupakan ajaran Nabi Muhammad saw. Mereka berpendapat bahwa kaum muslim yang merayakannya keliru dalam menafsirkannya sehingga keluar dari esensi kegiatan.

Para Ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain berzanjen, diba’an, yasinan, dan tahlilan. Kini peringatan Maulid Nabi banyak disuguhkan dalam kegiatan yang amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakdo Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam. Namun ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’ (kitab sejenis Barzanji). Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.

Permasalahannya sekarang, apakah serangkaian kegiatan seremonial tersebut mampu menumbuhkan kesadaran dalam diri umat Islam? Ironis memang, umat Islam hanya merayakannya tanpa tahu esensi dari perayaan Maulid itu sendiri. Harusnya kita mampu meneladani Rasulullah dan semangat Islam kita menjadi lebih menyala sebagaimana Sultan Salahuddin mampu menghidupkan kembali semangat umat Islam pada zamannya. Betapa Rasulullah telah melakukan perubahan-perubahan dalam sistem kehidupan masyarakat supaya dapat terarah sebagaimana mestinya, dengan menekankan arti penting potensi kemanusiaan karena memang potensi kemanusiaan itu melebihi segala yang ada di dunia ini. Pengembangan potensi kemanusiaan itulah sebenarnya yang menjadi spirit utama terbentangnya peradaban. Peradaban yang dimaksudkan disini tentunya berkaitan dengan substansi ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. yang telah mampu melakukan perubahan total kehidupan dalam hitungan waktu yang relatif singkat. Hanya dalam hitungan 23 tahun komunitas masyarakat yang begitu tidak beradab menjadi sangat beradab, dan disinilah letak keluarbiasaan Maulid Nabi yang telah mampu sekaligus memaulidkan suatu peradaban kemanusiaan.

Untuk itu sangatlah tepat jika peringatan Maulid Nabi ini dilihat dalam perspektif peradaban kemanusiaan karena manusia modern yang ada sekarang ini kemanusiaannya telah berpenyakit yang mana apabila tidak segera disembuhkan dapat menjangkiti seluruh sel tubuh manusia, dan jika itu telah terjadi maka harapan untuk menyembuhkannya akan sangat sulit sekali, kemudian menyebarlah kepada manusia lainnya. Apabila sudah mencapai tahap itu “kematian kemanusiaan” sudah tiba, dan yang akan terjadi perilaku penyimpangan akan dianggap sebagai sesuatu yang legal. Untuk itu perlu diwujudkan Maulid Nabi berkualitas peradaban kemanusiaan dengan cara meneladani nilai ajaran kemanusiaan yang dibawa Nabi saw., serta berupaya menghidupkan dan mengaktualisasikan nilai kamanusiaan dari ajaran Nabi saw. dalam setiap aktivitas kehidupan.